Kebiasaan berpakaian yang bisa merusak lingkungan ini penting untuk kita sadari dan berhenti melakukannya. Berapa kali kamu berbelanja dalam satu tahun? Apakah kamu sering membeli pakaian hanya karena harganya murah, tanpa memperhatikan kualitasnya? Ini adalah kebiasaan yang sebaiknya kamu hentikan.
Pasalnya, industri fashion merupakan salah satu kontributor utama terhadap kerusakan lingkungan. Bukan hanya dari proses manufaktur yang menghasilkan banyak emisi karbon dan mengonsumsi banyak air, tetapi juga setelah pakaian tersebut sampai ke tangan konsumen, mereka bisa tetap merusak lingkungan. Menurut data dari World Economic Forum, industri fashion menyumbang sekitar 10% dari total emisi karbon global dan menjadi konsumen air terbesar kedua di dunia. Setiap tahunnya, hingga 85% dari tekstil terbuang ke tempat pembuangan sampah.
Saat pakaian tercuci, mikroplastik bisa terlepas ke dalam air limbah jika pakaian tersebut terbuat dari bahan sintetis seperti poliester. Mikroplastik tidak dapat terurai dan berbahaya bagi ekosistem. Kualitas rendah juga menyebabkan pakaian tidak bertahan lama dan akhirnya berakhir di tumpukan sampah yang semakin besar.
Dalam hal fashion, ada beberapa kebiasaan yang jarang kita sadari sebenarnya merusak lingkungan. Mengingat tanggal 22 April adalah Hari Bumi, mari hentikan kebiasaan tersebut mulai dari sekarang!
Kebiasaan Berpakaian yang Bisa Merusak Lingkungan
Pakai Satu Pakaian Hanya Sekali atau Nggak Pernah Sama Sekali

Hayo, siapa yang suka beli baju tapi jarang terpakai atau malah lupa memakainya? Baju baru itu justru terbengkalai di lemari sampai kamu lupa pernah beli. Alangkah baiknya jika kamu mengenakan pakaian secara berulang untuk beberapa tahun. Sebab itu, penting memiliki baju berkualitas tinggi agar tidak mudah usang termakan usia.
Perlu diingat bahwa mendonasikan pakaian bukan berarti menyelesaikan permasalahan kerusakan alam akibat fashion. Jika pakaian donasi dinilai tidak layak, pada akhirnya akan dibuang ke tempat pembuangan dan menumpuk karena sulit terurai.
Stress Buying

Pernahkah kamu menemukan seseorang yang hobi belanja? Bahkan tak jarang ditemukan seseorang yang belanja untuk melampiaskan stres. Tindakan konsumtif ini tidak ramah lingkungan karena kembali ke poin pertama, apakah kamu akan mengenakan baju itu bahkan sampai 10 tahun ke depan? Nah, untuk keluar dari kebiasaan belanja ini, kamu harus mengingatkan diri sendiri bahwa pakaian yang kamu beli belum tentu kamu pakai dan belanja bukanlah solusi tepat untuk menghilangkan stres.
Impulsif

Diskon memang menggiurkan. Namun sebelum pencet check out, coba pikirkan konsekuensi pembelian. Ketika lemari kamu masih penuh dengan pakaian dan ada banyak yang belum terpakai, apakah kamu butuh beli baju baru? Brand biasa menggunakan psikologis seseorang untuk membuat kita belanja terus-menerus dan dalam waktu cepat. Misalnya, diskon terbatas dari pukul sekian sampai pukul sekian alias Flash Sale. Hati-hati, langsung lakukan pembayaran tanpa pikir panjang atau impulsif adalah tujuan brand sehingga kamu perlu berpikir matang jika kamu benar membutuhkannya.
Nggak Cek Bahan

Bahan jadi salah satu faktor yang patut kita waspadai sebelum beli pakaian. Seperti yang kita ketahui, ada banyak kain sintetis (contoh poliester, nilon, lycra, rayon, acrylic, dan lainnya), dan serat alami (seperti linen, organic cotton, silk, dan sebagainya )tersedia di pasaran. Pilihan terbaik? Tentu kain dengan serat alami karena mudah terurai. Jadi, jika ingin membeli suatu pakaian, selalu cek material penyusunnya agar pakaian tersebut awet dan tidak merusak lingkungan