Berada pada ketinggian 2.930 meter di atas permukaan laut, Gunung Merapi menjadi salah satu gunung yang paling terkenal di Indonesia. Keberpopularannya tidak hanya berasal dari daya tarik wisata, tetapi juga karena sifat ganasnya yang hampir tiap tahun mengalami erupsi freatik. Terletak di tengah Pulau Jawa, di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, gunung ini kini kembali menjadi sorotan seiring dengan kenaikan statusnya menjadi siaga.
Aktivitas vulkanik yang senantiasa berubah membuat Gunung Merapi sering dianggap sebagai salah satu gunung paling berbahaya di dunia. NASA bahkan mengungkapkan keprihatinan terbesar terletak pada kemampuannya melepaskan awan panas yang dapat merambat dengan cepat dan memicu kehancuran. Dalam tahun 2010, kekhawatiran ini menjadi kenyataan saat awan panas merajalela dan melahap pemukiman penduduk di kaki gunung.
Pandangan yang sama dipegang oleh para ahli geologi, yang juga menyebut Gunung Merapi sebagai salah satu gunung paling berisiko di dunia. Menurut data modern, gunung ini meletus dalam skala besar setiap dua hingga lima tahun, sementara erupsi freatik terjadi rutin setiap tahun. Sejak tahun 1768, lebih dari 80 kali erupsi besar tercatat dalam sejarah Gunung Merapi, dengan letusan terbesar (VEI > 3) terjadi terutama pada abad ke-19.
Kondisi yang senantiasa berubah ini telah membuat Gunung Merapi menjadi perhatian utama bagi ilmuwan dan pemerintah setempat. Masyarakat di sekitar gunung ini juga belajar untuk hidup berdampingan dengan risiko erupsi yang selalu mengintai. Dengan sejarah panjang dan karakteristik yang unik, Gunung Merapi tetap menjadi salah satu ikon alam yang mencengangkan di Indonesia.
Riwayat Mahadahsyat Erupsi Merapi
Sejak dahulu kala, Gunung Merapi sudah sangat disakralkan oleh rakyat Jawa. Banyak berkembang mitos dan cerita rakyat tentang Gunung Merapi ini. Riwayat erupsi gunung ini telah tercatat sejak 3.000 tahun lalu. Namun yang paling dahsyat dan segar dalam ingatan terjadi pada tahun 1872. Saat itu, erupsi Gunung Merapi berlangsung selama lima hari dari 15-20 April 2020. Tidak kurang 200 nyawa manusia melayang.
Erupsi Gunung Merapi saat itu disebut sebagai yang paling dahsyat dalam sejarah modern. Sifat erupsi sangat eksplosif dengan tinggi kolom lebih dari 10 Km. Erupsi pertama terjadi pada 15 April 2020 lalu mereda selama dua hari. Setelah itu, selama tiga hari berturut-turut Gunung Merapi mengalami erupsi dahsyat tanpa jeda. Awan panas dan material vulkanik berjatuhan, seluruh pemukiman warga di atas 1.000 mdpl musnah tanpa sisa.
Kemudian, erupsi dengan pola yang serupa juga terjadi kembali pada tahun 2010. Ketika itu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 341 orang tewas, 368 orang dirawat, dan 61.154 orang dievakuasi. Salah satu korban dari erupsi tersebut yaitu juru kunci dari Gunung Merapi sekaligus abdi dalem Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu Raden Ngabehi Surakso Hargo atau lebih dikenal Mbah Maridjan.
Ada perbedaan erupsi yang terjadi pada abad ke-19 dan 20. Erupsi Gunung Merapi di abad 19 sifatnya jauh lebih eksplosif, sedangkan erupsi di abad 20 intensitasnya lebih sering. Biasanya erupsi skala besar terjadi setiap 10-15 tahun sekali. Erupsi pada tahun 1006 bahkan mengubah sejarah Pulau Jawa. Mpu Sindok, penguasa Kerajaan Medang saat itu memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur, sekitar daerah Jember.
Karena dianggap sangat berbahaya, Gunung Merapi selalu dipantai tanpa jeda oleh Pusat Pengamatan Gunung Merapi di Kota Yogyakarta, dilengkapi berbagai instrumen geofisika telemetri yang yang canggih. Terdapat enam pos pengamatan visual dan pencatat kegempaan. Sekitar Gunung Merapi dikelilingi oleh pemukiman padat penduduk. Sehingga tanpa mitigasi yang jelas, para penduduk tersebut bisa kapan saja dalam bahaya.