Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, ada masalah pegawai titipan yang menyebabkan banyaknya tenaga honorer di kementerian dan lembaga.
Anas berbagi pengalamannya sebagai Bupati Banyuwangi selama dua periode (2010-2015 dan 2016-2021). Dia menganggap fenomena titip-menitip sebagai keinginan para pemimpin daerah.
Bapa atau ibu (bupati), jika Anda terus menerima pegawai titipan, apalagi di jabatan politik seperti ini, orang akan datang segera. Tetangga, saudara, atau ponakan mengatakan, “Hei apa gunanya kau jadi bupati kalau tetanggamu tidak bisa membantumu.” Saat meresmikan 14 Mal Pelayanan Publik pada Kamis (13/7) di kantornya di Jakarta Selatan, dia mengatakan, “Itu godaan-godaan.”
“Hei apa gunanya kau jadi sekda (sekretaris daerah) kalau adik mamak-mu pun enggak bisa kau bantu’. Yang gini-gini nih akhirnya satu, tambah satu, akhirnya 50 orang dengar, titip semua,” sambungnya.
Anas menyatakan bahwa dia tidak pernah menjadi orang nomor satu di Banyuwangi selama 10 tahun sebagai pegawai titipan. Ia tidak keberatan jika seseorang memeriksa langsung ucapannya itu.
Anas menyatakan bahwa setelah bupati meminta, semua orang menunggu, meskipun direktur mengatakan, “hei jangan bilang-bilang ya ini titipan bupati”, kemudian DPR mengatakan, “hei jangan bilang-bilang ya ini titipan bupati”, akhirnya semua orang meminta.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa selama menjabat sebagai bupati Banyuwangi, ia sempat salah mengawasi jumlah tenaga honorer di kantornya. Ia tidak melihat jumlah tenaga honorer yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja di SKPD.
Dia menjelaskan, “Honorer pada akhirnya melimpah, tidak terkontrol. Ini mungkin kadang-kadang tidak ada honorer, tapi di kegiatannya banyak. Maka, begitu didata, jumlahnya ribuan.”
Beruntung, saat itu dirinya mendapatkan surat dari Kemenpan RB yang mengingatkan bahwa tidak boleh ada lagi tenaga honorer. Surat yang diteruskan dari Sekda Pemprov Jatim kepadanya itulah yang menjadi acuan evaluasi honorer.
Pada akhirnya, meski ada usulan honorer dari tokoh tertentu hingga DPR, Anas menolak dengan berpedoman pada surat tersebut. Bahkan, seluruh tenaga honorer di instansinya saat itu dites ulang menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT).
Pemerintah memutuskan menghapus tenaga honorer. Kebijakan ini diteken saat mendiang Tjahjo Kumolo masih menjabat sebagai Menpan RB.
Rincian keputusan penghapusan honorer itu tertuang dalam Surat Menteri PAN RB perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Nomor B/165/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022.
Kini, muncul wacana Pegawai Negeri Sipil (PNS) part time untuk menggantikan para honorer. PNS paruh waktu itu akan masuk dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), di mana detailnya masih dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN).