Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai ketidakpastian ekonomi global masih berlanjut hingga paruh pertama 2023. Namun demikian, kinerja sektor jasa keuangan nasional dipastikan masih terjaga.
“Sektor jasa keuangan nasional Indonesia tetap terjaga stabil dengan permodalan yang kuat dan likudiitas yang memadai serta kinerja intermediasi yang kembali meningkat,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Juni 2023, Selasa (4/7/2023).
“Di tengah masih tingginya ketidakpastian pada perekonomian dan pasar keuangan global,” sambungnya.
Kondisi global saat ini diwarnai dengan divergensi, kata Mahendra. Karena itu, otoritas di seluruh dunia mengambil tindakan kebijakan yang berbeda.
Misalnya, bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya pada pertemuan Juni lalu. Ini sebagai akibat dari tekanan inflasi yang mereda. Di sisi lain, bank sentral di seluruh Eropa terus melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuannya. Tingkat inflasi yang terus meningkat mendorong langkah ini.
Bank sentral China justru menurunkan suku bunga acuannya. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu yang belakangan melemah, kebijakan ini dibuat.
“Ini yang menjadi sorotan dan juga tema pertemuan Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada 27 Juni 2023,” kata Mahendra.
Di tengah divergensi itu, lembaga keuangan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menilai, stabilitas sistem keuangan RI terjaga.
Hasil Global Bank Stress Test IMF menunjukkan, dalam skenario ekonomi memburuk, stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap dapat terjaga baik dengan buffer permodalan dan likuiditas perbankan yang dimiliki diperkirakan mampu menyerap risiko yang muncul.
Selain itu, IMF menyatakan, kinerja ekonomi nasional relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Hal ini turut didukung oleh stabilitas sistem keuangan yang terjaga.