Benarkah mental Gen Z lebih lemah dari Generasi Milenial? Generasi Z, kelompok individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Sering kali berhadapan pada pandangan bahwa mereka memiliki mentalitas yang lebih lemah dengan generasi pendahulunya, seperti generasi milenial dan X. Tetapi, seberapa benar anggapan tersebut?
Berdasarkan hasil survei oleh Healthcare IT, sebuah perusahaan manajemen data yang fokus pada kesehatan. Terhadap lebih dari 1000 individu berusia 18 hingga 24 tahun, terungkap bahwa seperempat dari responden mengalami tantangan kesehatan mental. Tantangan tersebut seperti kecemasan, depresi, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), atau PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), terutama selama masa pandemi COVID-19.
Survei ini juga menunjukkan bahwa 70 persen responden merasakan dampak negatif kesehatan mental akibat pandemi. Yang membuat mereka merasa kesepian, dengan 80 persen di antaranya mengalami kekhawatiran terkait masa depan. Selain itu, mereka juga mengakui tingkat stres yang tinggi akibat faktor-faktor seperti isu politik, kekerasan, lingkungan hidup, dan permasalahan pekerjaan.
Dalam konteks ini, fakta menunjukkan bahwa 90 persen generasi Z mengakui ketidaksiapan untuk mencapai kesuksesan, sementara 75 persen dari mereka merasa berada dalam posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Berdasarkan data dari Health Match, American Psychological Association (APA) melaporkan hal berikut:
- 90 persen generasi Z mengalami gejala psikologis maupun fisik akibat stres karena pandemi.
- 70 persen generasi Z mengaku cemas dan depresi adalah masalah yang penting di kalangannya.
- 30 persen orang tua yang telah di survei merasa anaknya mengalami gangguan mental karena pembatasan sosial dan penutupan sekolah.
Benarkah Mental Gen Z Lebih Lemah dari Generasi Milenial?
Fakta Mengenai Kesehatan Mental Gen Z

Hasil Survei Pew Research menunjukkan terdapat perbedaan yang khas antara generasi Z dengan generasi sebelumnya. Mereka cenderung bersikap toleran secara sosial, waspada terhadap kesenjangan ras dan etnis, senang bepergian, dan cenderung lebih sering melaporkan masalah kesehatan mental.
Generasi Z juga merasa tidak ingin dipekerjakan di usia remaja, putus sekolah, dan beremigrasi (meninggalkan negara untuk tinggal di negara lain). Sejalan dengan survei tersebut, MCKinsey Insight mencatat 25 persen generasi Z melaporkan mengalami tekanan emosional hampir dua kali lipat dibandingkan dari laporan generasi yang lebih tua.
Penelitian dari University College of London sebelum Maret 2020 juga membuktikan bahwa generasi Z cenderung mengalami depresi, kurang percaya diri, bahkan cenderung melakukan tindakan menyakiti diri sendiri.
Meski demikian, 79 persen generasi Z percaya mereka merupakan generasi terbaik dalam mengatasi kesehatan mental. Generasi Z juga merasa generasi Baby Boomer, yakni orang yang lahir pada 1946-1964 adalah kelompok yang paling buruk dalam membahas kesehatan mental, meskipun pandangan mereka lebih positif terhadap generasi milenial (kelahiran 1981-1996).
Semua Generasi Memiliki Risiko Gangguan Kesehatan Mental

Mengutip detikHealth, psikolog klinis Nimaz Dewantary mengatakan, anggapan generasi Z memiliki mental yang lebih lemah dari generasi sebelumnya perlu analisislebih lanjut. Menurutnya, semua generasi berisiko mengalami gangguan kesehatan mental, mengingat gangguan mental seperti OCD (Obsessive Compulsive Disorder) terlapor sudah ada sejak tahun 1700. Nimaz juga mengungkapkan faktor lain seperti tekanan dan media sosial adalah kemungkinan penyebab generasi Z mengalami masalah mental.
“Sebenarnya mungkin bukan lebih banyak, dari dulu memang sudah ada. Tapi ya itu lagi-lagi generasi Z lebih banyak melaporkan keluhan, kaitannya dengan tekanan di media sosial bertambah. Apa-apa bisa melihatnya, kemudian akses untuk tahu tentang kondisi mental juga lebih banyak”. Papar Nimaz dalam konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada Selasa (10/10/2023).
Jadi, anggapan mengenai generasi Z yang memiliki mental lebih lemah dari generasi milenial terbukti belum tentu benar, ya. Hanya saja, generasi Z memang lebih banyak melaporkan terkait gangguan kesehatan mental. Karena ingin mendapatkan perawatan agar memiliki kesehatan mental yang baik.