Isu-isu sosial Korea Selatan yang kerap kali banyak dalam drama Korea menyinggungnya dan penting untuk kita pahami. Drama Korea, yang kerap menyingkatnya sebagai drakor atau K-Drama, bukan sekadar hiburan lokal di Korea Selatan. Serial televisi ini telah menjelma menjadi tontonan global yang dapat oleh penonton nikmati dari berbagai belahan dunia.
Tidak hanya menyuguhkan kisah romantis, drakor juga sering menghadirkan sudut pandang dan sarkasme terhadap isu-isu sosial yang tengah berkembang di masyarakat Korea Selatan. Bahkan, judul-judul drakor yang populer mampu menginspirasi beberapa individu untuk lebih berani menyuarakan pendapat mereka.
Drakor berhasil mengangkat isu-isu sosial yang meresahkan beberapa pihak. Sebagian dari mereka berhasil menggambarkan realitas kehidupan masyarakat, sementara yang lain menciptakan citra kehidupan ideal yang oleh banyak orang impikan.
Isu-isu seperti kesetaraan gender, penindasan, dan kesehatan mental menjadi konflik yang hadir secara menarik dalam drakor. Bagaimana drakor menyajikan isu-isu sensitif ini melalui layar televisi? Dan apa saja judul-judul drakor yang berhasil mengangkat dan membahas isu-isu sosial tersebut? Temukan informasi lengkapnya di bawah ini!
Isu-Isu Sosial Korea Selatan yang Kerap ‘Disinggung’ di Drakor
Kesetaraan Gender
Dikutip dari CNN.com, Korea Selatan berada di peringkat ke-99 dari 146 negara dalam daftar World Economic Forum’s 2022 Global Gender Gap Index. Hal ini menunjukkan bahwa, Korea Selatan masih memiliki kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Meskipun, peringkat tersebut sudah lebih baik dibandingkan dengan daftar peringkat sebelumnya, isu kesetaraan gender di Korea Selatan masih menjadi hal yang terus diperhatikan.
Disisi lain, hrw.org menyebutkan diskriminasi terhadap anak-anak dan perempuan masih meluas di Korea Selatan. Bahkan, penghapusan Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga menjadi perbincangan yang cukup menarik perhatian di negeri ginseng tersebut.
Masalah ini tidak bisa lepas dari pandangan yang berkembang luas di masyarakat Korea Selatan. Sistem patriarki belum sepenuhnya lepas dari masyarakat mereka. Karena itu, perempuan yang memiliki kedudukan tinggi di masyarakat masih sangat jarang ditemukan.
Ironisnya, kejahatan seks digital yang menyasar kaum hawa masih merajalela. Masalah ini membuat pemerintah terus berupaya mencari jalan keluarnya. Kini, tidak sedikit masyarakat Korea Selatan yang semakin terbuka dengan isu kesetaraan gender. Dari dunia hiburan misalnya, drakor-drakor yang mengangkat isu ini juga semakin banyak.
Berbagai judul drakor berlomba menciptakan karakter perempuan super power. Mereka tergambar memiliki posisi yang hanya mampu mengisinya oleh laki-laki. Karakter utama perempuan semakin banyak menggambarkan sebagai sosok yang cerdas, mandiri dan ambisius.
Drakor Extraordinary Attorney Woo (2022), Under the Queen’s Umbrella (2022), Little Women (2022), Start-Up (2020), Search: WWW (2019), menjadi beberapa judul drakor yang menggambarkan kekuatan seorang perempuan.
Kisah-kisah ini menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa, perempuan mampu menjadi pemimpin yang bijak, pekerja yang berdedikasi dan manusia yang memiliki hak untuk memperjuangkan hidup serta mimpinya.
Penindasan dan Kesehatan Mental
The Glory sukses dengan pencapaian luar biasa. Drakor ini juga berhasil menyampaikan pesan tentang penindasan yang masih saja bergentayangan di masyarakat. Korea Selatan menjadi salah satu negara dengan isu pembullyan dan kesehatan mental yang cukup tinggi. Menurut Geumjoo Kwak, seorang professor psikologi dari Universitas Nasional Korea Selatan, yang mengutip dari theguardian.com, ia menyatakan bahwa kasus kekerasan di sekolah dan penindasan yang terjadi di Korea Selatan menunjukkan dinamika masyarakat kolektivis. Sehingga, perilaku seseorang terbentuk dari tekanan teman sebayanya.
Penyebab masalah ini karena lingkungan yang kompetitif di masyarakat. Dari bangku sekolah, masyarakat Korea Selatan sudah berhadapan dengan tekanan-tekanan sosial. Mereka harus menempuh durasi 16 jam untuk belajar. Tekanan inilah yang menciptakan lingkungan kompetitif dan hierarkis. Tidak heran, jika ada orang yang menganggap bahwa menindas seseorang hanyalah sebuah hiburan semata.
Masalah penindasan berujung pada masalah kesehatan mental. Sebuah penelitian mengungkapkan, lebih dari setengah mahasiswa yang pernah menjadi korban penindasan, sempat memiliki pikiran untuk bunuh diri. Dari japantime.co.jp, menyoroti kisah Pyo Ye Rim, seorang korban penindasan di bangku sekolah. Ia berbagi kisah tentang kesulitannya mencari bantuan dan lepas dari penindasan tersebut. Hingga akhirnya, ia memilih untuk bersembunyi.
Drama Tentang Penindasan dan Kesehatan Mental
Ia juga membagikan masalah mental yang ia alami karena penindasan itu. Ia sampai mengalami insomnia dan depresi. Pyo Ye Rim hanyalah satu dari banyak korban penindasan yang harus berjuang melawan trauma dari kenangan buruk. Isu inilah yang selalu menjadi konflik di banyak judul K-drama. Bukan hanya The Glory (2022), beberapa judul drakor lain seperti Who Are You: School 2015 (2015), True Beauty (2020), Revenge of Other (2022), Weak Hero Class 1(2022), berhasil menyajikan kisah tentang penindasan yang akan membuat emosi kamu meluap-luap.
Kehadiran drakor-drakor yang membawa isu sosial dalam alur ceritanya, ternyata tidak hanya menjadi hiburan bagi masyarakat. Pesan-pesan yang tersirat berhasil mengubah perspektif masyarakat tentang isu-isu tersebut.
Ayo, kira-kira drakor apa saja nih yang berhasil mengangkat isu kesetaraan gender, penindasan dan Kesehatan mental versi kamu?