Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan bahwa laju perekonomian global akan mengalami banyak perubahan, terutama terkait dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Perry memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi China ke depan mungkin tidak lagi begitu pesat, bahkan mungkin melemah.
Padahal, pertumbuhan ekonomi China paling cepat dan paling tinggi di dunia. Bahkan bisa menjadi negara dengan perekonomian kedua terbesar di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Namun, Perry menyatakan bahwa laju perekonomian global secara keseluruhan tetap sama, dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 2,7 persen pada tahun 2023.
“Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi Tiongkok (China) lebih rendah akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah serta utang rumah tangga yang tinggi sehingga menurunkan konsumsi dan kinerja properti yang turun yang berdampak pada investasi (China),” ujar Perry dalam konferensi pers, Kamis (24/8).
Saat ini, perekonomian China memang terus menunjukkan tanda-tanda tengah “sakit”. Mulai dari nilai tukar yuan merosot ke level terendah dalam 16 tahun terakhir, pengangguran yang makin banyak, hingga konglomerat properti yang mulai tumbang.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan lebih baik dari prediksi sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh kinerja konsumsi yang membaik serta ditopang oleh kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving).
Sementara itu, ekonomi Eropa diperkirakan sama dengan China yang juga melemah pada tahun ini. Kondisi tersebut dipicu oleh dampak eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung sampai saat ini.
Dari sisi inflasi, tekanan di negara maju masih tinggi dipengaruhi perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Sedangkan inflasi di negara berkembang telah menurun.
“Berbagai perkembangan tersebut semakin menaikkan ketidakpastian pasar keuangan global dan mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif,” pungkasnya.