Belakangan ini, istilah “red flag” seringkali muncul di berbagai platform media sosial. Istilah ini digunakan oleh seseorang ketika mereka berbicara tentang tanda-tanda atau peringatan dalam hubungan yang menunjukkan ketidaksehatan atau masalah. Contohnya, red flag dapat muncul dalam tahap pendekatan (PDKT) dengan seseorang yang mereka minati atau bahkan dalam hubungan yang sudah terjalin. Sebagai contoh, perilaku pasangan atau orang yang mereka sukai yang terlalu posesif, mengatur, memiliki banyak selingkuhan, atau bersikap kasar dapat dianggap sebagai red flag. Namun, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan istilah “red flag”? Simak penjelasannya di bawah ini.
Mengenal Red Flag, Istilah Gaul soal Hubungan Percintaan
Istilah Red flag atau tanda bahaya dalam hubungan mengacu pada tanda peringatan yang menunjukkan perilaku tidak sehat atau manipulatif. Selain itu, istilah red flag juga sering kali digunakan dalam percakapan seputar hubungan yang beracun (toxic) atau penuh kekerasan. Toksisitas dapat muncul dalam hubungan dekat mana pun: teman, kolega, anggota keluarga, atau pasangan. Adapun, red flag pada pria atau wanita bisa menjadi tanda narsisme, agresi, viktimisasi (mengaku korban padahal pelaku) atau bahkan perilaku kasar. Dengan menyadari beberapa tanda bahaya yang umum, kamu dapat menghindari terlibat dalam hubungan yang beracun.
Ketika kamu menemukan dan menyadari adanya red flag dalam hubungan, inilah saat yang tepat untuk berhenti sejenak dan merenungkan hubunganmu. Alasannya, perilaku toksik dalam hubungan umumnya tidak kentara atau bahkan dimaklumi, padahal dampaknya berbahaya. Hal ini berisiko menyebabkan diri sendiri dan orang lain terluka. Karena itu, penting untuk menumbuhkan kesadaran seputar tanda-tanda bahaya ini dan perilaku beracun. Berikut adalah beberapa tandanya dalam hubungan, baik dengan teman, orang tua maupun pasangan:
1. Perilaku yang terlalu mengontrol
Perilaku yang terlalu mengontrol (posesif) adalah red flag utama dalam hubungan. Orang yang mencoba mengendalikan gerakan, keputusan, atau keyakinan lebih mementingkan apa yang mereka inginkan daripada apa yang terbaik bagi kamu. Jadi, kalau seorang pria atau wanita mencoba mengontrol apa yang kamu kenakan atau ke mana kamu pergi, ini bisa menjadi red flag nyata. Dalam hubungan yang sehat, ada kompromi dan pemahaman seputar perbedaan. Dalam mencari solusi atas semua perbedaan, tentu diskusi sehat menjadi pilihan pemecahannya. Sebab, dalam hubungan sehat, tidak ada satu orang pun yang berhak mengendalikan tindakan orang lain.
2. Kurangnya Kepercayaan
Kepercayaan adalah fondasi penting dalam hubungan yang sehat. Tanda utama hubungan yang tidak stabil adalah ketika pasangan, teman, kolega, atau anggota keluarga tidak mempercayai kamu. Tentu saja setiap orang pasti pernah meragukan orang di sekitarnya. Tetapi, hal tersebut tidak boleh menghentikan seseorang untuk memercayai orang-orang dalam hidupnya. Sebab, hubungan yang sehat membutuhkan kepercayaan dari kedua belah pihak. Tanpa kepercayaan yang baik, hubungan pada akhirnya menjadi tidak sehat, hal ini juga akan berdampak pada kesehatan mental pasangan.
3. Adanya kekerasan seksual, fisik, emosional, atau mental
Pelecehan, kekerasan atau abuse secara seksual, fisik, emosional, dan mental adalah tanda bahaya yang tidak dapat disangkal dalam hubungan apa pun. Kekerasan fisik dan seksual dapat menyebabkan luka fisik dan perasaan trauma berkepanjangan pada korbannya. Terlebih lagi kekerasan secara emosional dan mental juga berdampak buruk dalam jangka panjang. Sama seperti kekerasan fisik, kekerasan mental dan emosional juga dapat menyebabkan PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder. Tidak ada seorang pun yang berhak menggunakanmu sebagai pelampiasan untuk masalahnya sendiri. Hal ini harus tertangani secara konstruktif dan adil. Pelecehan atau kekerasan seksual menjadi salah satu tindakan tak terpuji yang berasal dari individu amoral