Isra Miraj dan Maulid Nabi adalah dua peristiwa yang memiliki penting dan bersejarah dalam agama Islam. Kedua peristiwa ini diperingati setiap tahun dan menjadi tradisi bagi umat Muslim, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.
Dalam artikel ini, akan kita bahas perbedaan antara Isra Miraj dan Maulid Nabi. Untuk memahaminya lebih baik, mari kita simak penjelasan lengkap di bawah ini.
Perbedaan Isra Miraj dan Maulid Nabi
Berikut adalah beberapa perbedaan antara Isra Miraj dan Maulid Nabi.
Isra Miraj adalah peristiwa perjalanan Nabi Muhammad ke Sidratul Muntaha (di langit ke-7 atau alam yang paling tinggi) di malam hari. Sedangkan, Maulid Nabi adalah momen peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Dilansir kemenag.go.id, Isra dan Mi’raj terjadi saat periode akhir kenabian di Makkah, tepatnya sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Sementara, Maulid Nabi baru ada setelah Nabi Muhammas wafat.
Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci dan masuk dalam 3 perjalanan penting selama sejarah hidup Rasulullah, karena peristiwa ini menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah. Sementara, Maulid Nabi merupakan bentuk tradisi umat Islam untuk mengingat kembali sejarah kehidupan Rasulullah.
Peristiwa Isra dan Mi’raj
Dilansir dari laman Majelis Ulama Indonesia (MUI) Digital, ‘Isra’ berarti perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsha yang terjadi di malam hari.
Mi’raj berasal dari kata ‘araja, ya’ruju yang artinya naik ke atas tangga. Dalam hal ini, ‘Miraj’ adalah peristiwa naiknya Nabi Muhammad SAW ke Sidratul Muntaha.
Dikutip dari buku Di Balik 7 Hari Besar Islam oleh Muhammad Sholikhin, Isra dan Mi’raj terjadi pada tahun 10 atau 11 dari kenabian (Bi’tsah) atau sekitar tahun 621 M. Jumhur ulama menyebutkan Isra dan Mi’raj terjadi di malam Jumat tanggal 27 Rajab.
Peristiwa Isra Miraj diabadikan dalam Al-Qur’an dalam Surat Al-Isra ayat 1 , Allah SWT berfirman:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Artinya:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Isra:1)
Selama perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram menuju Masjid Al-Aqsha menggunakan Buraq. Sesampainya di Masjid Al-Aqsha, Rasulullah terlebih dahulu menjadi imam untuk melakukan sholat dua rakaat bersama seluruh nabi dan rasul terdahulu, dan juga malaikat-malaikat.
Di langit pertama, Rasulullah dan malaikat Jibril disambut oleh Nabi Adam alaihissalam, sebagai manusia pertama. Beliau menyambut mereka dengan mengucapkan salam.
Di langit kedua, kedatangan Rasulullah disambut oleh Nabi Yahya dan Nabi Isa alaihissalam.
Di langit ketiga, Rasulullah disambut oleh Nabi Yusuf alaihissalam.
Di langit keempat, Rasulullah disambut oleh Nabi Idris alaihissalam.
Di langit kelima, Rasulullah disambut oleh Nabi Harun alaihissalam.
Di langit keenam, Rasulillah disambut oleh Nabi Musa alaihissalam.
Di langit ke tujuh, Rasulullah disambut oleh Nabi Ibrahim alaihissalam. Kala itu, Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur (sebuah tempat di langit ke-7 tempat yang masuk 70 ribu malaikat setiap harinya).
Setelah sampai di langit ke-7, Rasulullah meminta untuk naik ke satu tingkatan langit lagi. Namun, malaikat Jibril tidak bisa mengantarkan lebih dari batasan tersebut. Pasalnya, ia akan terbakar oleh cahaya yang sangat terang yakni Nur-nya Allah SWT.
Sehingga, hanya Nabi Muhammad yang naik ke Sidratul Muntaha, tempat di mana Allah SWT mewajibkan sholat 50 waktu dalam sehari semalam kepada umat Muhammad.
Saat Rasulullah baru turun di langit ke-6, Nabi Musa betanya kepadanya, “Apa yang Tuhanmu wajibkan kepada umatmu?”
Rasulullah menjawab, “Sholat lima puluh waktu dalam sehari semalam.”
Nabi Musa menanggapinya dengan berkata, “Kembalilah dan minta keringanan kepada Tuhanmu, karena sungguh umatmu tak akan sanggup melakukannya.”
Kemudian, Rasulullah pun kembali menemui Allah SWT untuk meminta keringanan sampai berkali-kali. Sehingga dari sholat lima puluh waktu tersebut, berubah menjadi lima waktu dalam sehari semalam.
Setelah selesai menerima perintah sholat, Rasulullah akhirnya kembali pulang ke Makkah diantar dengan Malaikat Jibril menunggangi Buraqnya.
Peringatan Maulid Nabi
Maksud Maulid Nabi yaitu peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang dirayakan pada 12 bulan Rabi’ al-Awwal. Pada masa Rasulullah, belum ada perayaan Maulid Nabi.
Peringatan Maulid Nabi sebagai tradisi dari keagamaan secara historitis sendiri, baru terjadi pada masa dinasti Bani Fatimiah yakni di masa Raja Al- Muiz li Dinillah (sekitar 341 – 365 H).
Saat ini, peringatan Maulid Nabi diperingati dengan tujuan untuk mengingat kembali sejarah tentang akhlak hingga kehidupan Rasulullah sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik).
Biasanya, momen Maulid Nabi dihabiskan dengan berbagai kegiatan. Misalnya membaca Al-Quran, ibadah, zikir, membaca sholawat, sedekah makanan, hingga mendengarkan ceramah agama.
Ahmad Tsauri dalam bukunya ‘Sejarah Maulid Nabi’, menuliskan bahwa perayaan maulid Nabi SAW sudah dilakukan masyarakat muslim sejak tahun ke-2 Hijriah. Catatan itu juga merujuk pada kitab “Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa” karangan Nuruddin.
Hukum memperingati Maulid Nabi adalah boleh, karena termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Selain itu, tidak ada juga dalil-dalil yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad.
Arti bid’ah hasanah merupakan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi atau para sahabatnya, tapi perbuatan tersebut memiliki nilai kebaikan serta tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Memperingati hari kelahiran Rasulullah pada dasarnya menjadi momen kita untuk bisa lebih memuliakannya. Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang beruntung.” (Q.S. al-A’araf: 157).
Itu tadi penjelasan mengenai perbedaan Isra Miraj dan Maulid Nabi yang perlu umat muslim ketahui. Semoga dengan baca artikel tadi, bisa membuat kita lebih mencintai dan memuliakan Rasulullah SAW, ya Sobat Riang.