Bidang ekonomi kreatif telah mengalami pertumbuhan pesat, terutama setelah Presiden Joko Widodo mendirikan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada tahun 2015 melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015. Menurut situs resmi Bekraf, perkembangan industri 4.0 telah mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif. Terutama dalam era digital, ekonomi kreatif dan teknologi digital menjadi tak terpisahkan.
Generasi millenial semakin tertarik dengan profesi di sektor ekonomi kreatif. Mereka menilai pekerjaan di bidang ini menawarkan jam kerja yang fleksibel, lingkungan kerja yang nyaman, pemikiran majikan yang terbuka, dan kerja bersama rekan sebaya.
Contohnya adalah Sekolah Kopi di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menarik ratusan calon mahasiswa saat pertama kali dibuka. Profesi barista dan bisnis kedai kopi adalah bagian integral dari ekonomi kreatif, seperti halnya bisnis jasa Event Organizer (EO).
EO (Event Organizer): Dari Ide Hingga Kenyataan
EO adalah penyedia jasa profesional yang mengorganisir acara (disingkat EO). EO bertujuan membantu klien untuk melaksanakan acara tanpa harus repot melakukannya sendiri. Dasar EO sebenarnya telah lama kita kenal dalam berbagai organisasi masyarakat, seperti panitia 17 Agustusan yang membagi tugas sesuai dengan divisi atau bidang masing-masing untuk menjalankan acara dengan sukses.
Di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, EO telah menjadi bagian penting dari acara besar seperti konser musik, seminar internasional, pameran, fashion show, dan lainnya. Untuk menjalankan acara ini, EO memerlukan banyak Sumber Daya Manusia (SDM) yang membantu dalam pelaksanaannya, terutama selama acara berlangsung. EO sering membuka pendaftaran sebagai volunteer untuk bergabung dalam tim penyelenggara.
Volunteer dibagi menjadi dua jenis, yaitu volunteer berbasis sosial dan volunteer berbasis event. Volunteer berbasis sosial berfokus pada kegiatan sosial atau kemanusiaan dan umumnya tidak menerima bayaran. Kegiatan ini biasanya non-profit. Sebaliknya, volunteer berbasis event berhubungan dengan acara komersial yang mencari profit, seperti konser musik, pameran, fashion show, dan lainnya. Biasanya, volunteer berbasis event menerima upah berupa fee, mendapatkan kaos panitia, konsumsi, penginapan, sertifikat, dan lainnya.
Manfaat Mengikuti Volunteer Berbasis Event
Menjadi bagian dari tim penyelenggara acara (EO) melalui volunteer berbasis event memberikan banyak manfaat. Ini termasuk memperluas jaringan, mendapatkan penghasilan tambahan, dan mengumpulkan pengalaman berharga. Semua ini mengembangkan modal sosial, seperti kepercayaan, nilai, dan jaringan, yang bermanfaat di masa depan. Pengalaman yang diperoleh dapat meningkatkan peluang di dunia kerja, karena banyak perusahaan melihat pengalaman sebagai faktor penting dalam perekrutan karyawan.
Selain itu, menjadi volunteer dalam event dapat memperluas jejaring sosial, baik dengan sesama volunteer maupun dengan individu atau kelompok lain yang terlibat dalam acara tersebut. Ini juga membantu dalam mencari informasi tentang peluang kerja.
Eksploitasi dalam Volunteer Berbasis Event
Namun, penggunaan kata “volunteer” dalam proses perekrutan dapat berpotensi mengarah pada eksploitasi pekerja. Sebagai contoh, penyelenggara atau EO mungkin menggunakan kata “volunteer” untuk mencari calon pekerja. Dalam beberapa kasus, mereka dapat membayar upah rendah, memaksakan jam kerja yang berlebihan (overtime), atau bahkan tidak membayar sama sekali, meskipun acara tersebut mencari profit.
Penggunaan kata “volunteer” pada event yang mencari profit sebenarnya menjadi kontroversial. Seharusnya, anak muda yang bergabung dengan EO dalam hal ini dianggap sebagai pekerja yang memiliki hak-hak yang dijamin oleh undang-undang. Penggunaan kata “volunteer” dapat dimaklumi jika penyelenggara memberikan upah yang adil dan mematuhi regulasi kerja yang berlaku.
Sebagai kesimpulan, meskipun anak muda sering mencari pengalaman melalui volunteer berbasis event, penting bagi penyelenggara untuk memperlakukan mereka secara adil dan menghormati hak-hak mereka sebagai pekerja. Penggunaan kata “volunteer” seharusnya tidak menjadi dalih untuk eksploitasi pekerja, terutama pada generasi muda yang mencari peluang untuk belajar dan tumbuh.