Inilah sosok guru ngaji yang fotonya ada di balik foto buku Iqra ini beberapa di antara kamu mungkin belum mengetahuinya. Nama beliau adalah KH As’ad Humam. Beliau adalah seorang guru ngaji yang terkenal luas, sering kali muncul dalam gambar di buku Iqra. Mengenakan kacamata, peci, dan jas. Kiai As’ad berasal dari Yogyakarta dan memiliki peran yang sangat penting dalam mengajar jutaan umat Muslim membaca Al-Qur’an, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.
Inilah Sosok Guru Ngaji yang Fotonya Ada di Balik Buku Iqra
Profil Kiai As’ad Humam, Guru Ngaji di Balik Buku Iqra
Mengutip dari buku The Crescent Arises Over the Banyan Tree oleh Mitsuo Nakamura, As’ad Humam adalah pria kelahiran Yogyakarta tahun 1933. Ia merupakan generasi kedua keluarga Muhammadiyah, yaitu H Humam Siradj, seorang pengusaha sukses di Selokraman, Yogyakarta.
Dalam situs Muhammadiyah menjelaskan, pada masa mudanya Kiai As’ad Humam belajar di pesantren Al-Munawir Krapyak selama dua tahun. Sayangnya, pada 1963, dirinya mengalami insiden tak terduga yang menyebabkan tulang belakang sang Kiai mengalami pengapuran.
Kiai As’ad yang kala itu masih berumur 18 tahun divonis cacat seumur hidup oleh dokter. Jalannya menjadi pincang dan lehernya sulit untuk digerakkan, sehingga harus menggunakan tongkat. Keadaan tubuhnya yang demikian mengakibatkan Kiai As’ad tidak bisa lagi bersekolah dan beralih menjadi guru ngaji. Selama menjadi guru ngaji itu, ia terkenal sebagai sosok yang bisa mengajarkan para murid membaca Al-Qur’an dengan cepat.
Apabila menggunakan metode konvensional atau Baghdadiyah, seseorang membutuhkan 2-3 tahun untuk bisa baca Al-Qur’an. Namun, lewat metode yang diperkenalkan Kiai As’ad, seseorang bisa fasih membaca Al-Qur’an hanya dalam hitungan bulan.
Awal Mula KH As’ad Temukan Metode Iqra
Sang Kiai pernah mencari inspirasi di bawah pohon jambu sebelah rumahnya demi mencari cara yang tepat untuk mengajarkan anak-anak membaca Al-Qur’an. Anak kedua Kiai As’ad yang bernama Erweesbe Maimanati mengisahkan sang ayah perlu waktu dua tahun untuk menemukan metode iqra.
Metode belajar baca Al-Qur’an iqra menyebar dengan cepat sejak didirikannya Taman Pendidikan Alquran (TPA) untuk anak usia 7-12 tahun. TPA tersebut berdiri pada 1989 di Kampung Selokraman, Kotagede, Yogyakarta. Metode iqra terdiri dari 6 jilid buku yang dimulai kata yang mudah dan akrab, misal ba-ta. Iqro juga didukung dengan variasi warna sampul. Seiring peningkatan jilid, pilihan kata makin variatif.
Perkembangan Metode Iqra untuk Belajar Al-Qur’an
Melansir CNBC Indonesia, iqra pertama diujicobakan kepada anak-anak yang ada di bawah asuhan tim tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla (AMM) Yogyakarta. Metode ini perlahan tumbuh subur. Melalui uji coba, diketahui murid-murid bisa lebih cepat membaca Al-Qur’an. Keberhasilan ini membuat pemerintah melihat metode iqra sebagai cara terbaik memberantas buta aksara Al-Qur’an. Sejak saat itu, penggunaan metode iqra semakin meluas. Apalagi, usai pemerintah menyebarluaskan metode iqra dengan mengirim rekaman dan buku ke seluruh Indonesia.
Tidak hanya di wilayah Indonesia, popularitas iqra juga terjadi di luar negeri. Muslim Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam mulai menggunakan iqra sebagai cara belajar Al-Qur’an. Tak main-main, sudah jutaan buku iqra yang tercetak oleh penerbit di berbagai negara.
Masih dari sumber yang sama, hasil penjualan Iqro tidak masuk ke kantong Kiai As’ad pribadi, melainkan mengalirkannya untuk kepentingan umat. Uang tersebut tersalurkan untuk membangun pusat pengajian dan sarana keagamaan lain. Meski demikian, Kiai As’ad tidak memiliki kesempatan untuk melihat hasil usahanya. Ia wafat pada Februari 1996.