Pemerintah telah merencanakan untuk mulai mengenakan cukai terhadap Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun depan, setelah penundaan yang terjadi pada tahun 2023 ini.
Pungutan cukai pada minuman berpemanis ini tercatat dalam Buku Nota Keuangan II, yang mengusulkan penambahan objek cukai baru sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara setelah pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19.
Buku Nota Keuangan menegaskan bahwa dengan adanya momentum pemulihan ekonomi di Indonesia, yang tercermin dalam pertumbuhan ekonomi sebesar 5,31 persen pada tahun 2022, pemerintah memiliki ruang fiskal yang memadai untuk menerapkan kebijakan cukai terhadap MBDK pada tahun 2024.
Ada berbagai alasan pemerintah akhirnya menarik cukai minuman berpemanis.
Pertama, karena Indonesia termasuk negara yang pungutan cukainya sedikit dibandingkan negara lain. Hanya ada tiga Barang Kena Cukai (BKC) Indonesia saat ini, yakni Hasil Tembakau, Minuman mengandung Etil Alkohol dan Etil Alkohol.
Adapun yang menjadi objek pungutan cukai ini nantinya minuman dalam kemasan yang mengandung gula, pemanis alami dan/atau pemanis buatan, yang dikemas bersama-sama maupun secara terpisah, tidak termasuk minuman mengandung etil alkohol.
Kedua, tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti diabetes melitus tipe II yang meningkat sebesar 30 persen hanya dalam waktu 5 tahun sejak 2013 sampai 2018.
Ketiga, karena peningkatan jumlah pembiayaan penyakit tidak menular di Indonesia yang ditanggung oleh negara melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2022 yang memakan biaya Rp24,1 triliun.
“Di mana diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang memerlukan pembiayaan sangat besar.”
Namun, dalam dokumen ini pemerintah belum membeberkan berapa besaran tarif cukai yang akan dikenakan untuk MBDK. Sebab, pembahasan lanjutan akan dilakukan bersama dengan DPR RI.