Perbandingan gaya hidup konglomerat Korea di drakor dan dunia nyata ini menarik untuk kita ketahui. Konglomerat Korea, atau yang lebih terkenal sebagai ‘chaebol,’ seringkali menjadi fokus dalam cerita-cerita serial drama. Sebagian dari kamu mungkin sudah familiar dengan istilah ini, di mana chaebol merujuk pada keluarga kaya.
Menurut CNET, istilah chaebol berarti sebagai “faksi uang” atau “klan kekayaan,” namun, chaebol tidak sekadar merujuk pada perusahaan. Dalam konteks budaya Korea Selatan, chaebol sering teranggap sebagai dinasti yang memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian negara tersebut.
Dalam drama Korea, karakter-karakter dari keluarga chaebol seringkali menjadi fokus utama dan memberikan dasar cerita yang menarik. Beberapa contoh drama yang mengusung tema chaebol antara lain adalah Reborn Rich, The Penthouse, SKY Castle, dan lainnya. Hal ini seringkali menimbulkan keingintahuan penonton tentang sejauh mana kehidupan konglomerat Korea mencerminkan apa yang tertampil dalam film atau drama.
Menurut Kbizoom, berikut beberapa perbandingan antara kehidupan keluarga chaebol di drama Korea dengan kenyataan di dunia nyata!
Perbandingan Gaya Hidup Konglomerat di Drakor dan Dunia Nyata
Gaya Berpakaian Konglomerat Korea

Di drama Korea, karakter-karakter dari keluarga konglomerat kerap terlihat mengenakan berbagai pakaian mewah dari brand-brand ternama. Tak sedikit pula fashion item yang digunakan memiliki harga yang fantastis. Namun di dunia nyata, para konglomerat Korea terlihat mengenakan pakaian yang lebih ‘sederhana’ dan memiliki brand favorit tersendiri.
Rumah Mewah Layaknya di Acara Peragaan Busana

Saat menonton drama Korea yang menampilkan adegan di rumah keluarga konglomerat, umumnya rumah-rumah tersebut memiliki desain interior mewah dengan nuansa berkelas. Terutama untuk ruangan walk-in-closet yang sering diperlihatkan memiliki ukuran luas dengan berbagai fashion item di dalamnya serta mewah layaknya di acara peragaan busana.
Hal tersebut juga ternyata berdasarkan kenyataan. Rumah-rumah para keluarga konglomerat Korea seringkali memiliki desain interior yang megah dan terlihat memukau Sekitar 30 hingga 50 pakaian pun ditampilkan mulai dari pakaian yang dikenakan di rumah, pakaian untuk pesta, dan lainnya.
Memakai Sepatu di Rumah

Beberapa adegan di drama Korea menunjukkan anggota keluarga konglomerat yang terlihat memakai sepatu di dalam rumah, meskipun sebagian orang Korea tidak memakai sepatu di dalam rumah. Di dunia nyata, keluarga konglomerat Korea juga menerapkan kebiasaan tersebut.
Pelayan di Rumah Keluarga Konglomerat

Beberapa drama Korea yang menunjukkan kehidupan keluarga konglomerat kerap memperlihatkan banyaknya pelayan maupun pekerja di rumah yang bekerja untuk mereka. Namun, hal tersebut akan berbeda-beda dan tidak semuanya sama. Kendati demikian, para keluarga konglomerat memang memiliki pengacara pribadi, pengacara perusahaan, asisten rumah tangga, dan lainnya layaknya di drama Korea.
Fokus pada Pendidikan

‘Persaingan’ pendidikan di antara keluarga kaya dalam drama Korea menjadi salah satu hal yang sering ditampilkan. Tak sedikit pula orang tua yang menginginkan anak-anak mereka berfokus pada pendidikan dan menjadi yang terbaik. Nyatanya, mereka juga sangat fokus untuk hal yang satu ini. Bahkan dari generasi ketiga keluarga konglomerat, standar utamanya adalah studi sarjana dan pascasarjana di luar negeri. Sekalipun seseorang merupakan anak dari seorang pimpinan di sebuah perusahaan, namun jika tidak berkuliah di universitas bergengsi akan sulit mendapatkan warisan.
Prasangka Tentang Keluarga Konglomerat Korea

Beberapa keluarga konglomerat di drama Korea digambarkan sebagai orang-orang dengan kepribadian yang ‘kejam’ dan kurang menyenangkan. Tak heran jika hal tersebut membuat penonton memiliki pandangan yang kurang bersahabat mengenai konglomerat Korea.
Namun, masih ada juga keluarga konglomerat Korea di dunia nyata yang rendah hati, ramah, dan sering melakukan pekerjaan sukarela. Hal tersebut juga tetap berbeda-beda dan bergantung pada masing-masing individu serta tidak dapat menilainya secara subjektif.
Well, bagaimana menurut kamu, Sobat Riang?