Pernikahan anjing, yang menghabiskan biaya sekitar 200 juta rupiah, dikecam keras oleh Dinas Kebudayaan (Disbud) atau Kundha Kabudayan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Masalahnya adalah pesta pernikahan itu menggunakan adat Jawa, dengan nama “Pernikahan Ratu Jojo dan Luna”. Itu bukan pesta pernikahan biasa, dan ada dua ekor anjing.
Dilaporkan bahwa sponsor sebagian besar menanggung biaya pernikahan anjing, yang mencapai Rp 200 juta.
Pemilik dua anjing husky, Valentina Chandra (pemilik Jojo) dan Indira Ratnasari (pemilik Luna), mengadakan pesta pernikahan di Dog Park di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Jumat (14/7/2023) mulai pukul 16.00 hingga 21.00 WIB.
Kedua anjing mengenakan pakaian tradisional Jawa yang unik untuk anjing, yang membuat acara tersebut menjadi viral di media sosial. Dua panggung pelaminan terlihat disiapkan. Panggung pertama digunakan sebagai tempat pemberkatan di depan kolam renang mini, dan panggung berikutnya digunakan sebagai tempat resepsi dan foto bersama tamu undangan.
Sebelum prosesi adat Jawa dimulai, Jojo dan Luna menjalani “pemberkatan” di atas panggung pelaminan di bawah bimbingan pastor Lorenzo Heli. Usai pemberkatan, kedua pemilik anjing itu naik ke pelaminan mengenakan pakaian serba putih yang merupakan pakaian internasional.
Pemilik Jojo dan Luna kemudian mengenakan kebaya dan beskap berwarna hijau, dan mereka berganti pakaian ketika prosesi arak-arakan. Pakaian anjing mereka dibuat dengan gaya khas adat Jawa.
“Sangat menyayangkan dan menyatakan ketidaksetujuan atas terselenggaranya kegiatan The Royal Wedding Jojo dan Luna, yang terpublikasi secara viral pada media sosial,” demikian pernyataan Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi dalam postingan akun Instagram resmi Dinas Kebudayaan DIY, @dinaskebudayaandiy, seperti dikutip detikTravel, Kamis (20/7/2023).
Lakshmi menyebut upacara adat pernikahan, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan tradisi Jawa pada umumnya, baik prosesi adatnya maupun nilai/marwahnya telah dilindungi secara hukum oleh negara melalui UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Perda Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan.
“Sehubungan dengan hal tersebut adalah sudah menjadi kewajiban Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan aksi pelestarian fisik dan nilainya, ketika terjadi penyimpangan yang berakibat pada terdegradasi dan terdistorsinya nilai dan marwah upacara daur hidup tersebut. Untuk itu, kami berupaya kejadian tersebut tidak akan terulang,” demikian tertulis dalam postingan itu.
“Upacara adat merupakan suatu tradisi yang menghargai dan memuliakan alam beserta isinya, termasuk di dalamnya binatang. Bahkan, terdapat juga keberadaan upacara adat / tradisi yang menghargai binatang dalam peran, kodrat dan peruntukannya baik fisik maupun maknawinya, misal Gumbregan di Kabupaten Gunungkidul DIY,” begitulah lanjutannya.