Selasa, 1 Juli 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

5 Jenis Skrining untuk Mendeteksi Penyakit Menular Seksual

5 jenis skrining untuk mendeteksi penyakit menular seksual ini penting bagi kita mengatahuinya. Berbicara tentang kesehatan seks masih teranggap sebagai topik tabu bagi sebagian besar orang. Padahal, penting untuk memberikan edukasi tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) dan mendeteksinya sejak dini. Tidak kah lebih baik mencegah daripada mengobati?

PMS atau Penyakit Menular Seksual adalah infeksi yang dapat menular melalui hubungan seksual dan dapat menyebar saat melakukan hubungan seks secara oral, vaginal, dan anal. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka mungkin sedang mengidap penyakit menular seksual. Akibatnya, kondisinya baru terdeteksi ketika sudah mencapai tingkat parah.

Ingin tahu lebih lanjut mengenai jenis skrining yang dapat kamu lakukan untuk mendeteksi PMS? Silakan baca ulasannya di sini!

Pentingnya Melakukan Skrining STD

Siapa pun bisa terinfeksi penyakit menular seksual, termasuk wanita perawan yang belum pernah melakukan hubungan seks. Penyebaran PMS dapat terjadi melalui kontak kulit atau cairan tubuh. Bahkan, pasangan yang sudah menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom pun bisa berisiko tertular PMS. Sebab, kondom memang tidak sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap PMS. Meskipun penyakit ini dapat mengobati dengan antibiotik, tapi organ reproduksi yang sudah rusak tidak mungkin bisa diperbaiki. Contohnya, klamidia sebagai salah satu penyebab utama infertilitas.

Banyak orang beranggapan bahwa klamidia mudah diobati, sehingga mereka lebih memilih untuk menunda pengobatan. Apalagi, kadang penyakit ini muncul tanpa gejala, tapi sebenarnya sudah merusakan sistem reproduksi. Lebih bahayanya, PMS akibat virus sulit untuk diobati. Jadi, begitu seseorang tertular penyakit ini, maka akan sulit untuk sembuh.

5 Jenis Skrining untuk Mendeteksi Penyakit Menular Seksual

Ada beberapa jenis skrining STD yang bisa dilakukan, antara lain:

1. Tes HPV

Tes human papillomavirus (HPV) digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus yang menyebabkan berkembangnya kanker serviks, kutil kelamin, dan sel serviks abnormal. Namun, tes ini sebenarnya tidak memberitahu secara langsung jenis PMS yang diidap, melainkan hanya mendeteksi ada atau tidaknya HPV.

Pelaksanaan tes HPV dapat dilakukan bersamaan dengan tes pap smear. Tes pap smear merupakan tes yang dilakukan untuk menemukan perubahan sel abnormal pada leher rahim akibat kanker serviks. Jadi, sel tersebut akan dilihat di laboratorium untuk melihat normal atau tidaknya. Kamu bisa mencegah terjadinya infeksi HPV ini dengan beberapa cara. Seperti melakukan vaksin HPV, menggunakan kondom, dan membatasi jumlah pasangan seks.

2. Tes klamidia dan gonore

Klamidia dan gonore termasuk salah satu PMS yang umum terjadi, Sayangnya, kondisi klamidia sangat sulit didiagnosis apabila kamu belum melakukan skrining STD. Alasannya, jenis PMS ini sering kali tidak menunjukkan gejala apa pun. Akan tetapi, pada wanita yang terinfeksi tanpa gejala, biasanya akan merasakan radang di bagian panggul hingga infertilitas. Bayi baru lahir dari wanita yang terinfeksi klamidia berisiko tinggi mengidap pneumonia klamidia neonatal

Sedangkan untuk gonore lebih sering menunjukkan gejala pada pria. Meskipun demikian, keduanya sama-sama bisa menjadi fasilitator untuk penularan HIV. Itulah kenapa harus segera mengecek skrining STD. Untuk skriningnya dilakukan lewat tes urine dan swab pada bagian dalam penis atau serviks.

Lalu, siapa sajakah yang sebaiknya melakukan skrining STD ini? Ini beberapa kriterianya:

  • Wanita berusia kurang dari 25 tahun yang aktif secara seksual.
  • Wanita berusia lebih 25 tahun yang berisiko lebih tinggi mengidap PMS.
  • Pria yang berhubungan seks dengan sesama pria.
  • Pengidap human immunodeficiency virus (HIV).
  • Wanita transgender yang melakukan hubungan seks dengan pria.
  • Orang yang dipaksa berhubungan intim.

3. Tes hiv, sifilis, dan hepatitis

Jika berisiko tinggi tertular PMS, setidaknya sekali seumur hidup kamu harus melakukan tes HIV. Sedangkan, skrining hepatitis direkomendasikan untuk yang berusia 18 tahun ke atas. Sementara itu, untuk tes sifilis dapat melakukannya apabila seseorang menunjukkan gejala atau memiliki pasangan seks yang menderita sifilis. Gejalanya akan muncul sekitar 2-3 minggu setelah terinfeksi. Contohnya seperti ruam kemerahan, luka kecil (bisa di kelamin, anus, rektum), demam, sakit kepala, nyeri otot, hingga kelelahan.

Untuk mengetahui siapa saja yang harus melakukan tes ini, ini beberapa kriterianya:

  • Menunjukkan gejala infeksi.
  • Pria yang berhubungan intim dengan pria.
  • Sedang atau berencana untuk hamil.
  • Hasil tes STD lainnya positif.
  • Mempunyai lebih dari satu pasangan seks.

4. Tes genital herpes

Herpes genital karena adanya infeksi dari virus herpes simplex tipe 1 atau virus herpes simplex tipe 2. Sama seperti klamidia, pengidap genital herpes juga tidak menunjukkan gejala. Namun, jika muncul gejala, biasanya tertandai dengan luka melepuh di bagian kelamin, rektum, atau mulut. Luka ini biasanya memerlukan waktu hingga seminggu untuk bisa sembuh. Saat seseorang terkena penyakit ini, butuh waktu hingga 16 minggu setelah terpapar untuk mendapatkan hasil tes yang akurat.

5. Tes Trikomoniasis

Trikomoniasis adalah infeksi menular seksual yang penyebabnya oleh jamur. Infeksi ini biasanya melibatkan organ genital. Contohnya, untuk wanita terjadi pada vagina, sedangkan pria terjadi pada uretra (saluran di penis). Penularan trikomoniasis biasanya terjadi melalui hubungan seks tanpa pengaman dengan pasangan yang mengidap infeksi tersebut.

Kebanyakan pengidap trikomoniasis tidak menunjukkan gejala apa pun, sehingga sulit untuk dideteksi. Meskipun tidak terlalu serius, jika membiarkannya juga bisa meningkatkan risiko tertular PMS lainnya. Termasuk HIV. Frekuensi skrining STD setiap orang berbeda-beda, tergantung gejala dan kondisi yang teralaminya.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles