Selasa, 1 Juli 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

All Eyes on Papua Bergema di Sosial Media, Ini yang Terjadi!

All Eyes on Papua bergema di sosial media dan sudah terposting ribuan kali. Setelah munculnya gerakan All Eyes on Rafah yang menjadi sorotan warganet di seluruh dunia, kini muncul pula gerakan All Eyes on Papua. Gerakan ini mendapatkan perhatian yang sama kuat di media sosial.

Poster dengan tulisan All Eyes on Papua mulai beredar di berbagai platform media sosial dalam beberapa hari terakhir. Poster tersebut mengikuti semangat yang sama dengan upaya masyarakat global dalam menyuarakan penderitaan warga Palestina yang saat ini mengalami serangan bom dari Israel di Rafah.

All Eyes on Papua mengandung makna bahwa perhatian publik tertuju pada Papua. Ini menunjukkan bahwa masyarakat peduli dengan situasi yang terjadi di Papua.

All Eyes on Papua Bergema di Sosial Media

Latar belakang gerakan ini adalah isu soal hutan Papua yang akan dibabat untuk dijadikan perkebunan sawit. Yang disebut luasnya mencapai separuh Jakarta. Tak hanya gerakan di sosial media, masyarakat adat Papua pun tengah memperjuangkan hak mereka atas tanah adat. Suku Awyu dan Suku Moi pun sampai menggelar aksi di Jakarta pada Senin (27/5/2024). Mereka menggelar aksi damai untuk mengaspirasikan penolakan sembari mengenakan baju adat

“Di tempat kami itu ada terancam oleh perusahaan atau investasi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Hal ini pelanggaran HAM, kami ini korban pelanggaran HAM. ini hak kami hak mutlak,” kata masyarakat Adat Awyu, Hendrikus Woro, dalam aksinya di Jakarta, dikutip dari video @wespeakup.org di Tiktok.

Aksi yang dilakukan masyarakat adat Papua di depan gedung MA dilakukan usai gugatan mereka di pengadilan tingkat pertama dan kedua gagal. Gugatan kini masuk ke tahap Kasasi, sekaligus menjadi harapan terakhir bagi masyarakat adat Papua dalam mempertahankan hutan adat mereka.

Adapun masyarakat adat Papua menolak rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektar. Itu karena hutan adat adalah sumber penghidupan utama bagi masyarakat adat. Luas itu disebut sebesar setengah dari Jakarta.

Gerakan pun telah dilakukan melalui laman petisi change.org yang diinisiasi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat sejak 2 Maret 2024. Petisi itu menyerukan pencabutan izin sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL).

Jika pembabatan terjadi, diprediksi hilangnya hutan Papua akan menghasilkan emisi 25 juta ton CO2.

Menurut Greenpeace, selain kasasi perkara PT IAL, sejumlah masyarakat Awyu juga mengajukan kasasi atas gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raja. Dua perusahaan sawit itu juga sudah dan akan berekspansi di Boven Digoel. Adapun PT KCP dan PT MJR sebelumnya kalah di PTUN Jakarta. Setelah mengajukan banding, mereka dimenangkan oleh hakim Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.

“Kalau separuh wilayah Jakarta diratakan, kemudian dibangun perkebunan sawit, pasti langsung jadi berita dan banyak orang menentang. Warga Jakarta pasti menolak pergi. Tapi, kalau terjadi di wilayah timur Indonesia, apakah orang-orang akan peduli,” ungkap yayasan tersebut di petisi.

“Di Boven Digul Papua, hutan seluas 36 ribu hektar, atau lebih dari separuh luas Jakarta, akan dibabat. Dan dibangun perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari,” dia menambahkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles