Selasa, 1 Juli 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Hukum Tukar Uang Jelang Lebaran, Termasuk Riba?

Hukum tukar uang jelang Lebaran ini mungkin beberapa di antara kamu memikirkan hal tersebut. Dekat dengan Hari Raya Idul Fitri, praktik penukaran uang baru kerap menemui di berbagai tempat. Mulai dari bank hingga di pinggir jalan oleh beberapa individu yang menyediakan layanan tersebut.

Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai keabsahan menukarkan uang. Sebagian menyebutkan bahwa hal tersebut dapat teranggap sebagai riba. Namun, bagaimana sebenarnya hukumnya dalam Islam? Apakah menukar uang Lebaran dapat tergolong sebagai transaksi riba?

Hukum Tukar Uang Jelang Lebaran

Mengutip dari laman NU Online, hukum praktik penukaran uang bisa melihat dari dua sisi: uang sebagai objek yang ditukarkan atau jasa yang disediakan. Apabila melihat dari uangnya, penukaran uang dengan kelebihan jumlah tertentu hukumnya haram. Karena praktik itu termasuk riba.

Adapun jika dilihat dari jasanya, hukum penukaran uang dengan kelebihan tertentu menurut syariat adalah mubah (boleh). Ini lantaran transaksi tersebut tergolong ijarah, yakni sejenis jual beli yang produknya berupa jasa, bukan barang.

Ijarah tidak termasuk riba sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Mujibil Qarib karya Kiai Afifuddin Muhajir, yang artinya:

“Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas).”

Perbedaan memandang hukum tukar uang Lebaran terjadi karena ada yang berbeda dalam memahami akad penukaran uang itu sendiri. Sebagian orang melihat uang sebagai barang yang dipertukarkan, sementara yang lain mempertimbangkan jasa orang yang menyediakan penukaran uang.

Padahal terkadang, sifat uang atau barang lain bisa mengikuti akad. Ini dijelaskan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain, yang artinya:

“Barang terkadang mengikut sebagaimana bila seseorang menyewa seorang perempuan untuk menyusui anaknya, maka itu boleh berdasarkan nash Al-Quran. Yang paling shahih, titik akadnya terletak pada aktivitas mengasuh balita tersebut oleh seorang perempuan yang meletakkannya di pangkuannya, menyuapinya dengan susu, dan memerahnya sesuai kebutuhan. Titik akadnya (ma’qud ‘alaih) terletak pada aktivitas si perempuan. Sementara asi menjadi hak balita sebagai konsekuensi dari aktivitas pengasuhan.”

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami, hukum tukar uang Lebaran bisa melihat  dari dua sudut:

  • Hukumnya haram karena termasuk riba jika bermaksud uang sebagai objek yang ditukarkan dengan kelebihan jumlah tertentu.
  • Hukumnya mubah lantaran tergolong transaksi ijarah apabila dilihat dari jasa orang yang menyediakan penukaran uang.

Hukum Tarif Jasa Tukar Uang

Dalam pelaksanaannya, ada nilai lebih yang perlu oleh penukar uang atau konsumen bayar kepada penyedia jasa. Itu dimaksudkan sebagai imbalan atau upah atas jasanya. Mengenai tarif ini diperbolehkan, asal dimaksudkan untuk membayar jasa penukaran uang tersebut dan bukan pada barang yang dipertukarkan.

Perihal tarif atas suatu jasa juga, Al-Qur’an dalam Surat At-Thalaq ayat 6 mencantumkannya berkenaan perempuan sebagai penyedia jasa pemberi asi (air susu ibu). Allah SWT berfirman:

… فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ … – 6

Artinya: “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka.”

Dalam kitab Kifayatul Akhyar, Abu Bakar Al-Hisni menjelaskan bahwa “Allah SWT mengaitkan upah di situ (pada Surat At-Thalaq: 6) dengan aktivitas menyusuinya, bukan pada asinya.”

Demikian tarif yang perlu dibayarkan saat transaksi penukaran uang boleh-boleh saja, tetapi dimaksudkan untuk jasa yang disediakannya. Soal besaran tarifnya bisa disesuaikan atas kesepakatan kedua belah pihak, antara konsumen dan penyedia jasa. Wallahu a’lam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles