Perkembangan industri kuliner terus berkembang pesat setiap tahunnya. Jika kita mengamati, sepuluh tahun yang lalu, kita mungkin hanya mengenal restoran mewah atau gerai makanan cepat saji yang populer karena promosi yang baik. Namun, saat ini, keterkenalan tidak hanya dinikmati oleh restoran kelas atas, tetapi juga oleh rumah makan, kedai kecil, kafe, hingga penjaja makanan kaki lima. Fenomena ini tidak hanya terkait dengan cita rasa makanan yang enak, melainkan juga berkat peran penting sejumlah individu yang bisa menjadikan suatu makanan atau tempat makan menjadi fenomenal, yakni para pengulas kuliner atau yang lebih dikenal sebagai food reviewer.
Awal Kemunculan
Kemunculan para pecinta kuliner ini bukan hanya menjadi hal yang menguntungkan bagi restoran, tapi juga menguntungkan dari segi pendapatan lho. Alih-alih sebagai hobi, dunia food reviewer menjadi salah satu lahan tambahan untuk mendapatkan pundi-pundi dan ketenaran yang cukup menguntungkan. Menjadi food reviewer sangat erat kaitannya dengan dunia food photography bagaikan pasangan yang sulit untuk dilepaskan. Meskipun bukan profesional di bidang photography, tapi para food reviewer ini seakan sudah paham betul teknik pengambilan gambar yang pas, sehingga bisa menciptakan foto makanan yang terlihat menarik.
Selain itu, seorang food reviewer tentunya membutuhkan foto sebagai “bukti” kalau dia sudah mencicipi makanan tersebut. Nggak mungkin kan kamu memberikan ulasan tentang makanan tanpa memvisualisasikan makanan tersebut dalam bentuk gambar? Bahasa zaman sekarangnya sih no pic = hoax. Selain itu, biasanya food reviewer ini akan membagikan hasil karya sekaligus ulasan tentang makanan yang telah dicicipinya itu melalui dunia maya, seperti media sosial, blog pribadi ataupun website directory.
Inilah alasan mengapa dunia pecinta kuliner atau food reviewer  tidak akan bisa dilepaskan dari food photography. Bisa dikatakan kalau dua unsur ini seperti pasangan yang akan selalu setia menemani karena jika seorang food reviewer tidak membagikan hasil jepretan mereka maka akan terasa ada yang kurang. Begitu juga bagi kita yang membacanya, jika ulasan tentang makanan tersebut tanpa diiringi dengan adanya visualisasi atau gambar, tentu saja akan menimbulkan skeptisme tentang ulasan tersebut.