Per Mei 2023, pembiayaan pinjaman online atau pinjol yang belum dibayar debitur di Indonesia mencapai Rp 51,46 triliun, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini karena masyarakat terus menggunakan layanan pembiayaan Peer-to-Peer (P2P) financial tech.
Jadi, untuk apa saya meminjam uang dari pinjol?
Menurut Ogi Prastomiyono, kepala eksekutif Pengawas Perasuransian, Lembaga Penjamin, dan Dana Pensiun OJK, 2,3 juta pemilik rekening di DKI Jakarta berutang senilai Rp 10,5 triliun ke pinjol. Jakarta adalah provinsi dengan pengguna Pinjol terbanyak kedua di Tanah Air karena tingginya tingkat penyaluran P2P Lending. Orang-orang Jawa Barat, yang dilaporkan bergantung pada pinjol dengan jumlah pinjaman mencapai Rp 13,8 Triliun.
Sementara itu, industri pembayaran Fintech terus berkembang pesat di seluruh negara. Jumlah pembiayaan yang tersisa setiap tahun menyentuh 28,11%, atau Rp 51,46 triliun. Tingkat Wanprestasi 90 Hari (TWP90) mencapai level risiko kredit secara agregrat 3,36% dari 2,82% pada April 2023.
Pria Lebih Sering Menunggak
Berdasarkan data statistik Fintech Lending OJK dari Mei 2023, jumlah pinjaman tidak lancar (menunggak antara 30 dan 90 hari) sebesar Rp 3,4 triliun untuk individu dan Rp 306 miliar untuk perusahaan, sedangkan kredit macet (menunggak lebih dari 90 hari) mencapai Rp 1,7 triliun untuk individu dan Rp 370 miliar untuk perusahaan.
Selain itu, mayoritas rekening penerima pinjaman aktif perseorangan tidak lancar berasal dari kelompok umur 19 hingga 34 tahun (1,2 juta), diikuti oleh kelompok umur 35 hingga 54 tahun (707 entitas). Menurut jenis kelamin, pinjol lebih banyak dimiliki oleh laki-laki, dengan 1,08 juta entitas, dan 941.200 entitas lebih banyak dimiliki oleh wanita.
Selain itu, demografi usia 19 hingga 34 tahun terus mendominasi jumlah rekening penerima pinjaman aktif perseorangan macet (351.164 entitas). Laki-laki, bagaimanapun, lebih banyak mengalami pembayaran kredit macet atau utang, dengan total Rp 724,35 miliar atau Rp 90,24 miliar lebih banyak dibandingkan perempuan.
Pakai Pinjol untuk Biayai Kebutuhan Hiburan
Dalam periode Mei 2023, beberapa industri yang paling banyak menjadi target penyaluran Fintech P2P Lending adalah:
- Perdagangan besar dan eceran mencapai 2,5 triliun rupiah;
- Aktivitas jasa lainnya mencapai 1,09 triliun rupiah.
- Aktivitas produksi barang dan jasa oleh rumah tangga untuk kebutuhan sendiri: Rp 921 miliar.
- Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan-minum: Rp 712 miliar
- Kesenian, hiburan, dan rekreasi: Rp 360 miliar
Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi juga mengamini tingginya minat masyarakat untuk menggunakan pinjol untuk keperluan konsumtif seperti seni, hiburan, dan rekreasi. Ia menyebutkan beberapa hal yang dimaksud, seperti membeli smartphone atau ponsel pintar terbaru, membeli pakaian, atau melakukan perjalanan.
“Bahkan kemarin (juga digunakan untuk membeli) kayak tiket-tiket konser”, katanya dalam konferensi pers pada Selasa, 4 Juli 2023.
Dalam unggahannya di akun Instagram sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat mengimbau masyarakat agar lebih hati-hati dan teliti dalam mengenali pinjol ilegal. Rilis tersebut sebagai tanggapan atas banyaknya remaja yang bermaksud menggunakan Fintech P2P Lending untuk mendapatkan tiket konser Coldplay.
“Jangan sampai gara-gara berkeinginan untuk nonton konser, kamu terjebak pinjol ilegal. Kenali ciri-ciri pinjol ilegal, supaya kamu tidak nyesel setengah mati,” tulis akun @ojkindonesia pada Kamis, 11 Mei 2023.
OJK juga menganjurkan masyarakat, khususnya anak muda untuk mengatur keuangan demi mewujudkan keinginan, salah satunya dengan menabung dan investasi. “Anak muda juga bisa mengatur keuangan untuk wujudkan mimpi. Jangan nanti nyesel karena pakai pinjol ilegal untuk nonton konser,” tulis OJK.