Menonton film Christopher Nolan selalu merupakan pengalaman yang luar biasa bagi penonton. Dia adalah pembuat film terbaik.
Nolan mampu mengubah hal yang paling sederhana di dunia menjadi hal yang paling kompleks. Nolan tidak biasa membuat film dengan penjelasan sederhana. Kenapa jalan lurus harus dipilih jika ada jalan yang berkelok?
Pengalaman menontonnya beragam. Beberapa menjadi pengalaman yang luar biasa, seperti Memento, Inception, dan Dunkirk. Tapi itu juga kadang-kadang menghasilkan hasil yang menguntungkan, seperti yang terjadi pada Tenet dan beberapa orang di Dunkirk. Oppenheimer, film terbarunya, juga sama. Fakta bahwa Oppenheimer adalah biopik pertama Nolan mungkin menjadikan film ini menarik.
Oppenheimer, yang diperankan oleh Cillian Murphy, sangat mirip dengan semua karakter dalam film-filmnya, meskipun dia bukan karakter yang diciptakannya sendiri. Dia memiliki banyak masalah dengan perempuan; masalahnya selalu rumit dan yang paling penting adalah obsesinya. Oppenheimer sama sekali tidak berbeda dengan Cobb dari Inception atau bahkan Batman, yang diperankan oleh Christian Bale.
Tidak mengherankan jika Nolan memutuskan untuk menjadikan tokoh ini sebagai biopik pertamanya. Ia terlalu cocok untuk menjadi kanvas barunya untuk mempermainkan hati penonton. Tentu saja meskipun film ini adalah biopik, Nolan memilih caranya yang khas untuk bercerita. Jangan bayangkan biopik standar seperti kebanyakan film.
Oppenheimer dibagi menjadi dua bagian: Fission dan Fusion. Yang pertama adalah tentang perjalanan Oppenheimer dari awal direkrut untuk mengerjakan Trinity sampai akhirnya ia berhasil menciptakan bom dahsyat tersebut. Yang kedua adalah semua drama dan rasa penyesalan yang terjadi sesudahnya.
Dengan durasi tiga jam, Oppenheimer diwarnai dengan berbagai karakter yang dimainkan oleh semua nama-nama keren dari Hollywood (ada poin dimana saya berhenti menghitung berapa banyak orang terkenal yang bermain di film ini). Semua orang memiliki jatah untuk berteriak atau menatap kekosongan dengan dramatis. Beberapa karakter memiliki kesempatan untuk dieksplor dan bersinar.
Beberapa tidak seberuntung itu. Keputusan Nolan untuk merangkum dua kisah dalam satu film memang ambisius. Beberapa perjalanan memberikan pengalaman menonton yang asyik. Semua proses pembuatan bom dalam Oppenheimer dibuat seolah-olah kita sedang menyaksikan ilmuwan yang sedang mencari obat kanker.
Hanya Nolan yang bisa membuat adegan sesakit “mengetes bom” menjadi salah satu momen paling deg-degan sepanjang film. Pembuat film yang satu ini selalu tahu caranya menjaga atensi penonton. Tapi seperti masalah di film-film Nolan yang lain, karakter perempuannya berakhir menjadi aksesoris.
Florence Pugh dan Emily Blunt yang kebagian peran sebagai Jean Tatlock dan Kitty memang mendapatkan jatah yang lebih daripada karakter perempuan yang lain (kalau Anda kedip, Anda tidak akan melihat sosok Olivia Thirlby disini). Tapi karakter mereka terjebak dalam stereotipikal perempuan yang menjadi “polisi tidur” dalam drama hidup Oppenheimer. Baik Pugh maupun Blunt memang bermain dengan baik.
Mereka punya chemistry yang luar biasa dengan Cillian Murphy. Dan mereka bisa mengucapkan dialog dengan begitu baik, Anda akan percaya 100% dengan apa yang mereka sampaikan. Tapi sayangnya karakter mereka tidak didesain untuk memberikan kedalaman yang lebih dalam cerita.
Jean Tatlock terlihat seperti gadis ababil. Kitty terjebak dalam peran ibu rumah tangga yang depresi yang di momen-momen terakhir berubah menjadi cheerleader bagi Oppenheimer. Setelah dua jam maju mundur tentang pembuatan dan akhirnya apa yang terjadi setelah bom meledak, Oppenheimer menghabiskan satu jam terakhirnya tentang penyesalan.
Disinilah mungkin film ini terasa agak tertatih-tatih meskipun editor Jennifer Lame berhasil membuat tiga jam terasa lumayan singkat. Oppenheimer digambarkan menyesal bahwa pencapaiannya berakhir dengan ratusan ribu nyawa menghilang tapi pada saat yang bersamaan Nolan tidak tertarik untuk menunjukkan ke layar apa yang terjadi ketika bom nukir diledakkan.
Hal yang paling mendekati dengan bayangan trauma Oppenheimer adalah ketika dia membayangkan wajah penonton di acara perayaannya mengelupas, kemudian diikuti dengan dia membayangkan menginjak mayat yang gosong. Tapi bahkan dengan kekurangan-kekurangan ini, Oppenheimer tetap menjadi salah satu tontonan yang tidak bisa Anda lewatkan tahun ini.
Cillian Murphy memberikan salah satu penampilan paling prima dalam hidupnya. Direkam Hoyte van Hoytema dalam keagungan IMAX dan diiringi dengan musik yang luar biasa dramatis oleh Ludwig Goransson, Oppenheimer adalah ledakan dahsyat yang harus Anda saksikan tahun ini. Di tangan Nolan, perjalanan hidup orang yang (kemungkinan) bertanggung jawab atas kehancuran dunia, menjadi tontonan seru yang wajib Anda saksikan di bioskop.
Oppenheimer dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.