OJK mengungkapkan bahwa guru, ibu rumah tangga, dan pelajar adalah korban paling sering dari pinjaman online ilegal. Kondisi ini menginspirasi pemerintah untuk mendorong literasi anak-anak sekolah lebih tinggi.
Ini dikatakan oleh Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK. Wanita yang dikenal sebagai Kiki ini berpendapat bahwa literasi sangat penting sebagai langkah pencegahan untuk menghindari terlibat dalam aktivitas ilegal, seperti pinjol ilegal. Menurutnya, pendidikan literasi sangat penting sejak dini.
Sebagai hasil dari survei, kami sering mendengar tentang pinjol, yang merupakan barang ilegal. Dalam acara Literasi Keuangan yang diadakan di Balai Kota Bogor, Jawa Barat, Kiki menyatakan bahwa korban pinjol ilegal tertinggi adalah guru, ibu rumah tangga, dan pelajar.
Adapun data tersebut berdasarkan survei independen dari suatu lembaga. Kiki mengatakan, kondisi ini juga tercermin dari berbagai cerita dan kasus yang terjadi dalam beberapa waktu ke belakang.
“Kita banyak dengar cerita anak yang udah lulus kerja, mau daftar kerjaan kemudian nggak bisa karena catatan di SLIK-nya, dia punya pinjaman, kemudian sekarang buy now pay later, itu juga membuat anak-anak konsumtif dan lain-lain. Jadi ini harus kita edukasi dari sekarang,” ujarnya.
Salah satu upaya OJK dalam mendorong peningkatan literasi digital di tanah air ialah lewat program peningkatan literasi kepada anak-anak SD. Dalam kesempatan kali ini, program diselenggarakan lewat kerja sama dengan Pemda Bogor.
Lewat acara ini, OJK mengajarkan anak-anak bagaimana budaya menabung di tengah terpaan tantangan yang membuat masyarakat jadi lebih konsumtif, serta bagaimana cara agar anak-anak bisa mengelola keuangannya. Menurutnya, mengelola keuangan merupakan suatu life skill yang penting dimiliki setiap orang.
“Literasi keuangan itu penting. Survei menyampaikan bahwa kita sering dengar tentang pinjol. Hal-hal ilegal. Korban paling besar itu guru, ibu rumah tangga, dan pelajar. Itu salah satu korban tertinggi pinjol ilegal,” kata Kiki.
Selaras dengan itu, untuk 2023 ini OJK menargetkan literasi atau kemelekan keuangan masyarakat Indonesia akan mencapai 53% pada 2023 ini. Adapun saat ini literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai angka 49,68%.
“Kita kan sekarang sudah 49%. Kita harapannya bisa mencapai 52% atau 53% di akhir tahun,” ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang turut mendampingi dilokasi mengatakan, pemerintah punya PR besar untuk memperkuat budaya dalam mengelola keuangan. Langkah ini perlu dilakukan sebagai tindakan dalam menghadapi tantangan budaya serba instan. Kondisi inilah yang kerap membuat masyarakat terjebak pinjaman online (pinjol) dan investasi ilegal.
“Contohnya pinjol mau punya sesuatu. Mimpi ingin diwujudkan dengan cepat, yaudah pinjam tanpa jelas. Pinjam ke mana dan bagaimana membayarnya,” kata Bima.
Selain itu, Bima menilai, anak-anak jaman sekarang mudah terjebak dengan hari ini dan lupa untuk menyusun masa depan. Hal ini membuat anak-anak cenderung berharap bisa mendapatkan sesuatu secara instan dan cepat, serta menghabiskannya sesegera mungkin.
“Ini yang harus kita jadikan PR sama-sama, membangun kultur literasi sekaligus menyiapkan karakter-karakter yang siap menjemput masa depan secara berproses. Yang dilakukan hari ini kan adalah turunan dari itu. Anak-anak diajari menabung, diajak melek literasi keuangan, supaya mereka bisa menyiapkan masa depan secara serius,” jelas dia.
Sebagai tambahan informasi, berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2022 menunjukkan, literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68%, naik dibanding tahun 2019 38,03%.
Sementara, indeks inklusi keuangan tahun 2022 sebesar 85,10% meningkat dari tahun 2019 sebesar 76,19%. Gap antara tingkat literasi dan inklusi menurun dari 38,16% di tahun 2019 menjadi 35,42% di tahun 2022.