Fokus tetap tertuju pada generasi millenial, yang namanya hampir selalu muncul di kolom berita. Banyak pembaca artikel ini adalah generasi millenial yang baru saja memulai karir mereka. Mari kita bicara tentang peran millenial di dunia kerja dan hubungannya dengan kesehatan mental kali ini.
Salah satu artikel Forbes menyatakan bahwa dua puluh persen dari generasi millenial mengalami gangguan kesehatan mental yang lebih dikenal sebagai depresi. Angka ini lebih tinggi daripada masalah kesehatan mental generasi Baby Boomers.
Millenial menghadapi banyak tantangan yang mengganggu kesehatan mental, termasuk tuntutan perusahaan yang meningkat cepat, situasi ekonomi dan geopolitik, dan masalah gizi.
Faktor-faktor yang terkait dengan kehidupan millenial ini kemudian membuat masalah kesehatan mental menjadi lebih jelas. Beruntung, ada setidaknya empat cara untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Apa yang dapat dilakukan millenial untuk tetap sehat secara mental?
1. Mengatur pola kegiatan fisik
Beberapa faktor mendukung krisis kesehatan mental yang sering dialami oleh millenial, salah satunya adalah pola hidup. Coba perhatikan gaya hidup teman-teman Anda yang juga bekerja di kota besar; mereka hampir seluruh hari menghabiskan di depan komputer dan sangat jarang menemukan waktu untuk berolahraga di tengah jadwal yang padat. Karena sudah terlanjur merasa dikejar oleh pekerjaan, sulit untuk bahkan keluar dari kantor dan menghirup udara bebas.
Oleh karena itu, sangat membantu untuk merencanakan aktivitas luar ruangan selama Anda bekerja di kantor. Misalnya, Anda harus memiliki setidaknya satu kesempatan untuk berjalan-jalan di luar ruangan setiap hari.
Jika jam masuk kerja Anda cukup fleksibel, Anda dapat merencanakan untuk berolahraga pagi tiga kali seminggu jika jam masuk kerja Anda cukup fleksibel. Setelah menyelesaikan pertemuan siang dan sore hari, Anda juga dapat duduk di tempat yang tenang untuk menenangkan tubuh dan pikiran.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kesehatan fisik juga mempengaruhi kesehatan mental. Kebanyakan millenial tidak melakukan aktifitas fisik yang melatih ketahanan tubuh, jadi ada baiknya menjaga kesehatan mental Anda dari depresi dengan berpartisipasi dalam aktivitas fisik seperti berolahraga atau menghabiskan waktu di alam terbuka.
2. Meditasi
Mindfulness atau kegiatan meditasi adalah cara lain yang cukup relevan untuk menjaga kesehatan mental termasuk bagi para millenials. Meskipun terkesan kurang menarik karena harus menenangkan diri dan pikiran dari keriuhan aktifitas, meditasi dapat mendukung kesehatan fisik baik mental, seperti melakukan detoksifikasi, mengatur pola diet sehat, dan rutin check up kondisi kesehatan.
Lalu apa dampaknya pada kesehatan mental?
PIkiran kamu akan lebih tenang dan bisa mengurangi kecemasan berlebih. Dampak lainnya akan terasa pada saat bekerja, kamu akan lebih mudah fokus meskipun pekerjaan cukup banyak. Secara keseluruhan meditas akan membuat kondisi mental atau psikismu lebih baik dibanding saat kamu belum mulai merawat kesehatan mental.
3. Pentingnya Bersosialisasi
Bersosialisasi ala millenials identik dengan media sosial, yang sekarang ini malah cenderung jadi bumerang bagi kesehatan mental. Masalah kesehatan mental para millenial sering terjadi karena anggapan bahwa orang-orang yang tidak dikenal di keseharian, justru jadi orang-orang yang dianggap sebagai acuan untuk bersikap. Tidak aneh jika kesehatan mental millenial sering terganggu karena menganggap sudah berhasil bersosialisasi padahal sedang ada dalam pengasingan diri akibat hanya sibuk dengan layar gawai yang memang menyambungkannya dengan orang lain lewat jaringan internet dan beragam aplikasi media sosial.
Alih-alih jadi punya teman, unggahan media sosial malah lebih sering membuat kamu iri dengan kondisi orang lain dan tidak bisa menerima situasimu sendiri. Miris bukan? Kesehatan mental tetap bisa terjaga, asalkan ada wadah dan media yang tepat untuk bertumbuh dan berkembang.
Kamu bisa bergabung dalam komunitas sebaya yang ada di kantor atau pertemanan di luar, seperti ikut klub sepeda, pecinta alam, atau penggemar kopi, dll. Kesehatan mental kamu akan semakin baik juga dengan adanya mentor. Setidaknya dengan punya teman diskusi yang lebih dewasa, kamu bisa minta pendapat dan saran saat mengalami kebingungan atau tekanan di lingkungan kerja.
4. Jam kerja
Kembali ke ranah profesional, terkait dengan tekanan kerja, kondisi ekonomi dan politik serta peningkatan target yang terjadi spontan, kantor juga seharusnya sadar bahwa kesehatan mental para stafnya yang masih hijau ini ikut terdampak.
Sebagai bentuk dukungan untuk menjaga kesehatan mental generasi penerus, kantor bisa membuat kebijakan terkait regulasi absensi kerja dan kehadiran. Anak-anak startup pastinya sudah cukup merasakan jam kerja yang fleksibel cukup membantu terutama saat klien baru bisa dijangkau setelah jam 10 pagi hingga larut malam.
Maka, kewajiban hadir di pagi hari tidak lagi jadi beban yang bisa merusak kesehatan mental millenials karena ancaman potong gaji jika telat lebih dari 3x. Jika kamu salah satu HRD di kantor, hal ini bisa dipertimbangkan juga apalagi kalau staf yang bekerja kebanyakan generasi muda.
Berhubungan dengan absensi kerja, salah satu contoh kasusnya adalah pada karyawan perempuan yang sebenarnya punya hak untuk mengambil cuti saat sedang dismenore. Cuti ini bahkan sudah diatur dalam Undang-undang Pasal 81 ayat (1) tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang sedang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahu pada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid.
Jika diterapkan dengan baik, bisa jadi salah satu cara untuk mengurangi gangguan kesehatan mental para staf. Sayangnya tidak semua kantor dan perusahaan memberi izin. Bagaimana dengan kantor kamu?