Layanan Buy Now Pay Later (BNPL) di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun juga diikuti dengan masalah kredit macet yang semakin meningkat. Menurut PT Pefindo Biro Kredit atau IdScore, nilai transaksi BNPL mencapai Rp 26,14 triliun pada April 2023, naik 61,3% secara tahunan (yoy). Jumlah kontrak pay later mencapai 34,6 juta, hampir tiga kali lipat dari jumlah kartu kredit yang diterbitkan bank, yang hanya mencapai 17,42 juta dengan volume transaksi 30,47 juta.
Direktur Utama Pefindo Biro Kredit, Yohanes Arts Abimanyu, mengungkapkan bahwa jumlah kontrak pay later hampir tiga kali lebih tinggi daripada kartu kredit. Namun, di tengah pertumbuhan yang pesat, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) DPD30+ mencapai 9,7% pada April 2023, melampaui batas aman NPL 5%.
Yohanes menjelaskan bahwa nilai outstanding yang masuk dalam daftar NPL terus meningkat. Nilainya mencapai Rp 3,28 triliun, naik 72,6% secara tahunan. Salah satu alasan buruknya tren NPL pada produk pay later adalah kemudahan masyarakat dalam mendapatkan pembiayaan dari layanan tersebut. Pengajuan BNPL cenderung mudah karena tidak menggunakan penilaian kredit seperti kartu kredit.
Penyedia pay later umumnya hanya meminta data dasar seperti KTP, nomor HP, dan alamat email, berbeda dengan kartu kredit yang mempertimbangkan pendapatan dan menggunakan sistem penilaian kredit yang terintegrasi dengan lembaga keuangan lainnya.
Berdasarkan data usia, rentang usia 20-30 tahun memberikan kontribusi terbesar terhadap NPL pay later dengan 47,78%. Diikuti oleh usia 30-40 tahun, 40-50 tahun, dan kurang dari atau sama dengan 20 tahun.
Yohanes menyarankan agar penyelenggara layanan pay later menggabungkan penggunaan penilaian kredit dari data kredit dan nonkredit untuk mengantisipasi NPL yang tinggi.
Meskipun nilai transaksi pay later pada April 2023 mencapai 85,2% dari total transaksi kartu kredit pada periode yang sama, atau sebesar Rp 30,8 triliun, pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit hanya mencapai 20,25% secara tahunan, kalah jauh dibandingkan pay later.
Yohanes menyatakan bahwa pay later menjadi pilihan generasi muda karena memiliki persyaratan yang lebih mudah daripada pengajuan kartu kredit, yang dikenal memiliki ketentuan yang lebih ketat. Dalam waktu yang tidak lama, jika tren ini terus berlanjut, nilai transaksi pay later kemungkinan akan melebihi nilai transaksi kartu kredit.