Ada pro dan kontra atas usulan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas untuk memasang kembali chatra di puncak stupa Candi Borobudur. Arkeolog tidak setuju dengan gagasan bahwa chatra di Candi Borobudur dipasang karena diragukan keasliannya.
Menurut Menag, chatra adalah sejenis penutup yang terletak di stupa paling atas Candi Borobudur. Chatra berbentuk seperti payung dan saat ini tidak ada di Candi Borobudur karena masih disimpan di Museum Karmawibhangga, Taman Wisata Candi Borobudur.
Sebagaimana dilaporkan Detik pada Senin (24/7), Menag Yaqut menyatakan, “Nah, kalau Chatra dipasang maka Borobudur ini akan menjadi semakin agung dan lengkap.”
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, optimis bahwa pemasangan chatra akan menarik turis dan membuat Candi Borobudur menjadi pusat wisata religius, terutama bagi umat Budhha di seluruh dunia.
Selain itu, Sandiaga menyatakan bahwa memasang chatra di Candi Borobudur dapat meningkatkan ekonomi pariwisata, yang diproyeksikan mencapai triliunan rupiah, karena Candi Borobudur adalah destinasi super prioritas (DSP).
Dalam konferensi pers yang diadakan Senin (24/7) di Kemenparekraf, Sandiaga menyatakan bahwa jika wisata spiritual ini dikembangkan, maka ada potensi kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 2 juta. Dari total 2 juta wisatawan mancanegara untuk wisata spiritual, ini harus dibuat beberapa fasilitas tambahan untuk beribadah.
Tapi pemasangan chatra di Candi Borobudur tidak boleh dilakukan sembarangan karena itu adalah situs UNESCO.
Sandi mengatakan, “Karena ini situs UNESCO secara heritage, kami harus bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, termasuk UNESCO, untuk menjaga aspek konservasinya.”
“Juga ada peluang untuk menghadirkan dampak ekonomi sekitar USD 2 milliar atau Rp 30 triliun, karena 2 juta wisatawan mancanegara ini adalah wisatawan yang berkualitas,” tambahnya.
Nominal itu diperhitungkan dengan anggapan jumlah perputaran uang yang tinggi terhadap ekonomi lokal dan prediksi turis menghabiskan waktu 4-7 hari di sekitar Borobudur.
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Marsis Sutopo menyatakan, usulan pemasangan chatra di Borobudur pernah disampaikan pada 2008. Ketika itu, berdasarkan hasil seminar dan diskusi melibatkan arkeolog senior dan ahli pemugaran, disimpulkan chatra tidak layak dipasang.
“Dulu sekitar tahun 2008/2009 pernah ada permintaan (pemasangan). Setelah melalui kajian dan diskusi para ahli disimpulkan chatra tidak layak dipasang kembali karena diragukan keasliannya,” kata Marsis, seperti dikutip dari Detik, Senin (24/7).
Marsis menambahkan, sebenarnya tidak diketahui dengan pasti bagaimana bentuk chatra stupa induk Candi Borobudur.
“Pemugaran Van Erp 1907-1911 pernah memasang rekonstruksi chatra dengan sebagian batu-batu baru, tapi dicopot/dilepas kembali. Sehingga bentuk akhir dari stupa induk seperti yang kita lihat sekarang ini,” terang Marsis, yang pernah menjabat Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB).