Pernahkah kamu melihat peluncuran kompilasi perusahaan mewah yang bekerja sama dengan manga dan animasi Jepang? Semakin sering kita menemukan koleksi hasil kerja sama yang menggemaskan dan unik ini. Misalnya, kolaborasi Coach x Michael Jordan x Naruto pada tahun 2019, Longchamp x Pokemon pada tahun 2020, Loewe x Studio Ghibli x Doraemon pada tahun 2021, dan Gucci x Doraemon pada tahun 2021.
Pada bulan April 2022 lalu, merek asal Prancis Maje merilis koleksi Sailor Moon. Ini bertepatan dengan perilisan kolaborasi Dolce & Gabbana x Jujutsu Kaisen, yang menampilkan karakter anime dalam pakaian kolaborasi tersebut dan membuka toko pop-up eksklusif di Tokyo, Jepang.
Beberapa label streetwear, tidak hanya merek mewah, juga pernah bekerja sama dengan manga dan anime. Misalnya, A Bathing Ape x Dragon Ball dan Supreme x Akira.
Kolaborasi ini disambut antusias oleh para penggemar yang tidak segan merogoh kocek ekstra demi mendapatkan items tersebut. Tapi apa sebenarnya alasan dibalik kolaborasi brand high fashion bersama animasi Jepang mengingat adanya perbedaan segmentasi konsumen antara keduanya? Berikut ulasannya yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. Menggugah Nostalgia

Bagi mereka yang besar di era 90an, mungkin menonton kartun di televisi menjadi kegiatan menyenangkan saat akhir pekan. Perasaan bernostalgia ini yang ingin dibangkitkan rumah mode saat melakukan kolaborasi dengan deretan kartun lawas. Koleksi fashion items dengan gambar tokoh 2 dimensi favorit semasa kecil membuat kita kembali mengenang masa kanak-kanak. Dengan ini, kita jadi tertarik untuk memiliki salah satu dari koleksi kolaborasi yang diluncurkan.
2. Bersifat Eksperimental

Kolaborasi brand mewah yang menargetkan segmentasi jauh berbeda, yakni penggemar manga atau anime juga bersifat eksperimental, Beauties! Perilisan capsule collection eksklusif mengizinkan rumah mode untuk observasi reaksi target pasar dan keberhasilan koleksi tanpa harus berkomitmen jangka panjang. Langkah ini menjadi langkah strategis untuk menjajal hal baru di pasar demi mengembangkan bisnis.
3. Menambah Variasi Subkultur

Begitu banyak keunikan konsumen muda high fashion. Untuk mengetahui apa yang mereka sukai, dibutuhkan variasi subkultur dalam pembuatan koleksi. Tidak terbatas pada rancangan nuansa glamor, sporty, atau vintage, kreativitas juga dikembangkan dalam bentuk yang lebih witty, yaitu dengan menginjeksi kartun. Budaya Jepang yang mempunyai jumlah penggemar cukup banyak menjadi salah satu tema yang wajib dimasukkan.
4. Menarik Perhatian Konsumen Asia

Kolaborasi bersama animasi Jepang juga membuka segmentasi konsumen baru bagi rumah mode mewah. Subkultur yang spesifik ditargetkan akan menarik perhatian beberapa grup sekaligus, diantaranya penggemar animasi tersebut, pelanggan setia brand yang ingin membelinya, serta target konsumen di pasar Asia. Tak terbatas pada konsumen dari Jepang, tapi juga negara Asia lainnya, seperti Tiongkok yang merupakan salah satu negara dengan konsumen barang mewah paling banyak di dunia.
Mengutip situs Marketplace, laporan dari perusahaan konsultan manajemen Oliver Wyman menunjukkan pembeli asal Tiongkok sebanyak ⅓ dari total konsumen barang mewah di pasar global. Selain itu, animasi Jepang itu sendiri memiliki banyak penggemar dari berbagai generasi di kalangan konsumennya. Jadi, bisa dibayangkan besarnya pengaruh konsumen Tiongkok bagi pemasaran sebuah brand, bukan?