5 stress language dalam hubungan yang wajib kamu ketahui agar saling mengerti dengan pasangan. Selain mengetahui love language diri sendiri, penting juga untuk memahami bagaimana cara kamu bereaksi terhadap situasi yang menegangkan dalam sebuah hubungan. Reaksi ini, yang terkenal sebagai stress language, memiliki dampak positif untuk hubungan kamu. Stress language adalah cara seseorang merespons stres.
Setiap orang memiliki stress language yang berbeda. Mengetahui jenis-jenisnya dan menyesuaikannya dengan kondisi kamu bisa membantu dalam mengelola hubungan, emosi, dan pemahaman terhadap diri sendiri. Melansir dari Huffpost, berikut adalah 5 jenis stress language yang wajib kamu ketahui.
5 Stress Language dalam Hubungan yang Wajib Kamu Ketahui
1. The Exploder
Stress language ini sering disebut sebagai respons fight-or-flight dan ini merupakan respons stres yang secara lahiriah terlihat seperti rasa kesal, frustrasi, atau marah. Orang yang memiliki stress language ini biasanya akan menunjukkan reaksi berlebihan terhadap situasi yang tidak bisa mereka tangani. Mereka akan menjadi paranoid dan bisa tiba-tiba memiliki dorongan untuk menyerang di tengah-tengah percakapan.
2. The Imploder
Seseorang yang memiliki stress language ini sering menerima stres sebagai bagian dari diri mereka serta bisa membuat mereka menjadi putus asa dan tidak berdaya. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam melakukan kontak mata dan merasa kesulitan untuk mengekspresikan emosi. Karena perilaku mereka sering kali disalahartikan, orang yang memiliki stress language the imploder memiliki keinginan untuk bersembunyi dari dunia luar.
3. The Fixer

Stress language ini biasanya sering dimiliki oleh perempuan, di mana mereka memiliki keinginan untuk mengayomi pasangan. Namun, lambat-laun stress language ini akan berubah menjadi sikap mengomel, melampaui batas, dan tidak percaya pada kemampuan pasangan.
Saat merasa stres, the fixer akan mencoba memperbaiki sesuatu meski sebenarnya tidak ada yang perlu diperbaiki atau apa yang mereka perbaiki sebenarnya bukan urusan mereka. The fixer juga sering kali bertindak seperti orangtua daripada kekasih yang bisa merusak hubungan.
4. The Denier

Seseorang yang memiliki toxic positivity dalam menanggapi stres dan bisa terlalu optimis untuk menghindari kenyataan biasanya memiliki stress language ini. The denier dijadikan pola perlindungan bagi seseorang yang dari kecil sudah diajari untuk percaya bahwa menunjukkan tanda-tanda stres merupakan tanda kelemahan. Orang-orang seperti ini akan memendam perasaan dan emosinya hingga sering kali berubah menjadi seorang yang meledak-ledak.
5. The Numb-er
Seseorang yang memiliki stress language ini sering menggunakan pelarian sebagai mekanisme penanggulangan stres, seperti menggunakan narkoba, konsumsi alkohol, bekerja berlebihan, atau olahraga berlebihan. Mereka menggunakan pelarian ini saat mereka mengalami mati rasa pada emosi diri mereka sendiri.
Pentingnya Mengetahui Stress Language

Sama seperti mengetahui love language kamu dan pasangan, memahami cara kamu dan orang-orang di sekitar dalam menangani stres akan sangat membantu. Dengan cara ini, kamu bisa mengantisipasi bagaimana orang lain bereaksi dalam pertengkaran, yang bisa membantu menciptakan interaksi yang lebih tenang dan memudahkan kamu mengantisipasi apa yang mereka butuhkan saat itu.
Memahami stress language akan membawa lebih banyak pemahaman dalam hubungan karena kamu bisa belajar banyak tentang diri kamu sendiri. Mengidentifikasi stress language kamu atau orang lain, bukanlah tentang saling menyalahkan, tapi sekadar cara untuk berkomunikasi lebih baik.
Ini juga bisa menjadi cara yang baik untuk mengubah perilaku yang bermasalah. Mustahil untuk mengubah perilaku jika kamu tidak menyadari bahwa kamu melakukannya. Memahami bagaimana kamu menanggapi stres bisa menjadi langkah pertama dalam memahami bagaimana kamu bertindak dalam pertengkaran atau situasi sulit lainnya.
Itulah beberapa jenis stress language yang wajib kamu ketahui. Konsep stress language diciptakan oleh pakar kesehatan Chantal Donnelly, sebagai cara untuk mengeksplorasi perilaku kamu atau pasangan ketika sedang berada dalam situasi menegangkan.