Alasan BKKBN minta tiap pasangan punya 1 anak perempuan menarik untuk kita ketahui. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dr. Hasto Wardoyo, mengimbau setiap pasangan di Indonesia untuk memiliki satu anak perempuan. Pernyataan ini menjadi sorotan dan menuai kritik dari netizen di media sosial.
Lantas, apa alasan BKKBN meminta setiap pasangan memiliki satu anak perempuan? Menurut Hasto Wardoyo, pernyataan tersebut merupakan upaya untuk menjaga pertumbuhan populasi di tengah angka kelahiran yang terus mengalami penurunan signifikan di Indonesia.
“Karena kalau anaknya dua lebih sedikit, maka hampir satu perempuan akan melahirkan satu anak perempuan.” jelas Hasto kepada wartawan, mengutip dari detikcom.
Alasan BKKBN Minta Tiap Pasangan Punya 1 Anak Perempuan
Tren 1970: Perempuan Bisa Lahirkan 6-9 Anak

Hasto menjelaskan tren pada 1970, ketika perempuan di kala itu bisa melahirkan enam hingga sembilan anak dalam setiap keluarga.
“Jadi selama beberapa puluh tahun terakhir ini penurunannya sangat progresif. Dulu angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) itu 5,6 pada tahun 70,” ungkap Hasto.
“Karena waktu itu anaknya ya 6, 7, 8, 9 nah sekarang ini 2,18,” tambahnya.
Menurut Hasto, TFR terpantau menurun di Pulau Jawa, hingga kini berada di 2,0. Berbeda dengan provinsi lain yang masih mencatat TFR sangat tinggi yakni Papua Barat, Maluku, sampai Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pergeseran Persepsi di Masyarakat tentang Pernikahan

Angka perkawinan di Indonesia merosot tajam dari semula rata-rata 2 juta pernikahan, menjadi ‘hanya’ 1,5 hingga 1,7 juta dalam setahun, mengutip dari detikHealth. Penurunan angka perkawinan ini juga berdampak pada TFR yang secara nasional kini berada di 2,1. Angka tersebut sebenarnya masih terbilang ideal untuk pertumbuhan populasi penduduk, Beauties. Namun, Hasto khawatir TFR akan terus menurun beberapa tahun ke depan.
Menurut Hasto, salah satu penyebab adanya penurunan TFR adalah pergeseran tujuan pernikahan yang awalnya didominasi prokreasi atau memiliki keturunan, kini tidak sedikit yang hanya menjadi rekreasi.
“Ada juga yang rekreasi, supaya hubungan suami-istri sah, ada yang ‘security‘ yaitu supaya bisa mendapatkan perlindungan,” bebernya.
Tak hanya itu, adanya perubahan persepsi di masyarakat tentang pernikahan tidak lagi wajib juga menyebabkan penurunan TFR. Ia menegaskan perubahan persepsi di masyarakat tentang menikah tidak lagi wajib juga ikut berperan dalam penurunan TFR. Inilah yang membuat Hasto berharap setiap perempuan bisa melahirkan satu anak perempuan agar tidak terjadi penyusutan populasi penduduk di Indonesia.
“Di Jawa Tengah sendiri, angka kelahiran total bernilai 2,04. Secara nasional saya mempunyai tanggung jawab agar penduduk tumbuh seimbang. Saya berharap adik-adik perempuan nanti punya anak rata-rata 1 perempuan. Kalau di desa ada 1.000 perempuan maka harus ada 1.000 bayi perempuan lahir,” sambungnya.