Sabtu, 16 Agustus 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Aturan dan Pembagian Waris Jika Ingin Mengadopsi Anak

Aturan dan pembagian waris penting untuk kamu tahu jika memutuskan untuk mengadopsi anak. Jika kamu memiliki rencana untuk mengadopsi seorang anak, hal penting yang perlu kamu pelajari adalah aspek legalitasnya. Selain itu, ketahui juga bahwa adopsi dapat berdampak pada urusan waris di masa depan.

Menurut artikel di Hukumonline, di Indonesia tidak ada istilah adopsi dalam perundang-undangan, yang ada adalah pengangkatan anak. Hal ini teratur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Di Pasal 1 Ayat 9 UU 35/2014 menyebutkan, “Anak Angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”

Seperti yang kita tahu, ada persyaratan yang wajib terpenuhi terkait pengangkatan anak. Baik dari sisi anak yang bersangkutan maupun calon orangtua angkat.

Aturan dan Pembagian Waris Jika Ingin Mengadopsi Anak

Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 di Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (PP 54/2007), syarat anak yang akan diangkat meliputi beberapa hal di bawah ini.

  • Belum berusia 18 tahun;
  • Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
  • Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
  • Memerlukan perlindungan khusus.

Sementara pada ayat 2, dijelaskan pula bahwa usia anak angkat meliputi:

  • anak belum berusia 6 tahun, merupakan prioritas utama;
  • anak berusia 6 tahun sampai dengan belum berusia 12 tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
  • anak berusia 12 tahun sampai dengan belum berusia 18 tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

Khusus bagi orangtua, ada 13 persyaratan pula yang harus dipenuhi jika ingin mengangkat anak. Hal itu tercantum pada Pasal 13 PP 54/2007, adapun persyaratan yang dimaksud adalah:

  1. sehat jasmani dan rohani;
  2. berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun;
  3. beragama sama dengan agama calon anak angkat;
  4. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
  5. berstatus menikah paling singkat 5 tahun;
  6. tidak merupakan pasangan sejenis;
  7. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
  8. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
  9. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
  10. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
  11. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
  12. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
  13. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Semua harus sesuai kepentingan anak

Ditegaskan dalam Pasal 39 UU 35/2014 bahwa segala hal yang terkait pengangkatan anak harus didasari oleh kepentingan anak yang bersangkutan, dan hal tersebut juga tidak akan memutus hubungan darah anak dan orangtua kandungnya.

Selain harus dicantumkan di akta kelahiran, anak yang diangkat juga harus memiliki keyakinan yang sama dengan orangtua angkatnya.

Anak adopsi dan waris

Berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata, disebutkan bahwa yang bisa menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama.

KUHPerdata tak membahas hal terkait anak adopsi atau anak angkat. Namun menurut ketentuan Staatblaad tahun 1917 Nomor 129, pengangkatan anak bisa memutus nasab hubungan perdata pada orangtua kandung, dan memunculkan hubungan nasab dengan orangtua angkat.

Berdasarkan karya tulis dari Naomi Renata Manihuruk yang dipublikasikan oleh PN Sumedang, Staatblaad sendiri menjadi pelengkap dari KUHPerdata untuk melengkapi kekosongan hukum yang mengatur masalah pengangkatan anak namun Staatblaad sendiri dinilai sudah tidak relevan.

Hukum Nasional tentang pengangkatan sudah diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 (PP 54/2007) tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/Huk/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

Pada intinya, PP 54/2007 dan UU Perlindungan Anak secara tegas menyebutkan bahwa pengangkatan anak tidak akan memutus hubungan darah anak dengan orangtua kandungnya. Dan hal ini sangat berbeda dengan Staatblaad.

Terkait harta peninggalan orangtua angkat, orangtua angkat sejatinya bisa membuat surat wasiat untuk memberikan bagian ke anak angkatnya. Surat wasiat itu sendiri diatur di KUHPerdata Pasal 875, namun jika bicara soal jumlahnya maka besarannya tentu harus memperhatikan legitime portie ahli waris

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles