Intip tas Souleiado yang jadi favorit Putri Diana selain Lady Dior menarik untuk kita tahu. Putri Diana tetap menjadi salah satu ikon fesyen yang berpengaruh hingga saat ini, meskipun dua dekade telah berlalu sejak kepergiannya pada tahun 1997. Gaya pakaian yang ia kenakan di era 80-90an tetap relevan sampai sekarang.
Sebut saja biker shorts, revenge dress, atau bixie haircut—Putri Diana lah yang memulai tren tersebut. Tak heran gayanya kerap menyebutnya melampaui zamannya. Bicara soal gaya Putri Diana, tentu tak bisa lepas dari ragam aksesori pelengkapnya, terutama koleksi tas. Ia memiliki berbagai jenis tas, mulai dari clutch untuk pesta, shoulder bag mungil, hingga tas tote berstruktur.
Beberapa desainer bahkan menamai tas mereka sesuai nama Putri Diana setelah ia membawanya ke berbagai acara publik. Lady Dior, misalnya, awalnya bernama Chouchou sebelum dikenakan Putri Diana. Ada pula Gucci Diana bag dan Lana Marks Princess Diana bag.
Tas-tas desainer tersebut memang termasuk ke dalam daftar tas favorit Putri Diana. Meski begitu, tas favoritnya tidak terbatas pada tas-tas mewah dan mahal dari merek desainer saja. Ia juga diketahui suka memakai tas dari merek lain yang harganya lebih terjangkau.
Intip Tas Souleiado yang Jadi Favorit Putri Diana
Putri Diana berulang kali terlihat membawa tas jinjing dari Souleiado, yang kini dikenal dengan nama ADIANA bag. Kebanyakan ia pakai ke acara pertandingan polo Raja Charles III, yang kala itu masih berstatus Pangeran Wales. Tas itu berpadu dengan outfit celana yang kasual, hingga dress ibu hamil yang longgar.
ADIANA bag tampak menggembung karena dikerjakan dengan teknik quilting. Motifnya khas tekstil Provençal dari wilayah Provence, cerah dengan mawar merah dan kombinasi warna biru-putih, memberi kesan vintage yang penuh nostalgia. Souleiado masih menjual tas ini dengan harga 139 EUR atau sekitar Rp2,4 juta. Mereka juga menyediakan warna pink untuk seri tas tersebut.
Souleiado memang merek spesialis printing yang berbasis di Paris. Merek ini bukan satu-satunya produsen cetakan seperti itu saat ini, tetapi merupakan yang tertua. Berdiri pada tahun 1806 di bekas biara Kapusin dekat Tarascon, sebuah kota Romawi kuno di tepi sungai Rhone, kini berada di wilayah Provence, Prancis. Perusahaan ini pengelolanya oleh beberapa keluarga selama lebih dari dua abad, tidak pernah berhenti berproduksi meskipun terjadi perang dan revolusi.
Nama perusahaan Souleiado baru tercetus ketika pada tahun 1930-an Charles Demery membeli bengkel percetakan di Tarascon itu. Souleiado sendiri merupakan bahasa Provençal yang berarti “sinar matahari bersinar menembus awan setelah hujan”.
Jadi meskipun mereknya baru, toko percetakannya tidak. Dengan berbagai nama, bengkel tersebut telah memproduksi kain chintz dan calico bermotif warna-warni, yang terkenal sebagai indienne atau indiennes, sejak pertengahan abad ke-18.
Sebagai tambahan informasi, pada akhir abad ke-17, produk indienne buatan Prancis mencapai puncak popularitas hingga para pembuat wol dan sutra yang iri hati membujuk pemerintah untuk melarang produksinya di Prancis. Meskipun penerapannya tidak merata, larangan tersebut bertahan dari tahun 1686 hingga 1759.