Warga Indonesia doyan makan gorengan ternyata gara-gara 2 orang ini. Gorengan merupakan makanan favorit di kalangan masyarakat Indonesia. Beragam varian makanan yang digoreng dapat dengan mudah menemukannya di mana pun dan kapan pun. Cita rasa makanan goreng selalu menggoda lidah, bukan? Sebagian besar orang merasa kurang lengkap jika tidak menyantap makanan goreng setidaknya sekali sehari. Oleh karena itu, permintaan akan minyak goreng di Indonesia sangat tinggi.
Namun, tahukah kamu bahwa mengonsumsi gorengan bukanlah kebiasaan umum di masyarakat Indonesia dalam sejarahnya? Baru pada tahun 1990-an, ketika minyak goreng dari kelapa sawit tersedia dalam jumlah besar di pasaran, masyarakat mulai secara masif menggoreng makanan.
Ada dua tokoh yang memainkan peran penting dalam popularitas gorengan di Indonesia. Keduanya berhasil merintis industri minyak goreng yang memberi dampak besar terhadap kebiasaan makan gorengan. Siapakah mereka?
Budaya Menggoreng di Indonesia

Budaya menggoreng memang sudah terkenal di Indonesia sejak abad ke-16 ketika orang China dan Eropa datang. Lambat laut, teknik menggoreng makin populer karena dua hal. Pertama, karena munculnya minyak kelapa sebagai bahan baku pada abad ke-19 yang memudahkan proses penggorengan. Kedua, memperkenalkan mentega sebagai bahan menggoreng oleh bangsa Eropa, khususnya Belanda.
Fadly Rahman dalam Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia (2016) menyebut mentega menjadi andalan untuk menggoreng di Hindia Belanda pada abad ke-20. Pada kurun waktu tersebut, barulah muncul merek mentega ternama, Blue Band.
Dari sini, lahir variasi makanan dari hasil menggoreng yang disebut gorengan, seperti pisang goreng dan tempe goreng. Namun, hadirnya gorengan ini bukan berarti bisa dinikmati tiap saat oleh lapisan masyarakat. Pasalnya, mentega dan minyak kelapa tidak terjangkau karena harganya mahal. Akhirnya, semua berubah saat industri minyak sawit di Indonesia muncul.
Warga Indonesia Doyan Makan Gorengan Gegara Orang Ini!

Titik baliknya saat Presiden Soeharto berkuasa sejak 1966. Soeharto memperbolehkan pihak swasta untuk merintis industri sawit untuk mempopulerkan minyak yang lebih terjangkau di masyarakat. Izin yang oleh Soeharto berikan ini oleh Eka Tjipta Widjaja manfaatkan, untuk memproduksi minyak goreng premium pertama di Indonesia, yakni merek Bimoli pada 1968. Dua tahun kemudian saat industri minyak goreng di Indonesia makin ramai, muncul nama Liem Sioe Liong alias Sudono Salim ikut serta.
Eka Tjipta Widjaja menghasilkan minyak merek Filma dan Kunci Mas. Lalu, Salim memproduksi minyak merek Bimoli, yang awalnya dirintis oleh Eka lalu diambilalih oleh Salim. Namun, khusus nama terakhir dia tidak hanya produksi Bimoli, tetapi juga kunci pembuatan gorengan lain, yakni tepung terigu merek Bogasari pada 1970.
Menurut Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016), hadirnya merek Bogasari membuat masyarakat Indonesia mudah menjangkau tepung. Tepung jadi lebih murah dan membuat penduduk terbiasa mengkonsumsi makanan olahan tepung.
Pada titik ini, di dapur masyarakat Indonesia sudah ada tepung dan minyak goreng. Kombinasi kedua bahan itulah yang jadi kunci pembuatan gorengan. Tepung dan minyak goreng pun kemudian jadi bisnis penting di Indonesia sepanjang kepemimpinan Presiden Soeharto.
Dukungan penguasa yang kuat membuat bisnis Salim dan Eka Tjipta mendominasi pasar. Bahkan, Bustanil Arifin dalam Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia (2004) menyebut, Bimoli pernah menguasai 75% pasar minyak goreng dalam negeri di era Orde Baru.
Atas dasar inilah, orang Indonesia makin terbiasa dengan gorengan, atau olahan lain dari tepung terigu yang melalu proses penggorengan. Lantas, terjadilah perubahan menu konsumsi masyarakat sejak 1990-an.
Gorengan kemudian menjadi sesuatu yang tak bisa lepas dari menu makanan harian masyarakat. Dari pagi, siang, dan malam, pasti mengonsumsi gorengan. Di pinggir jalan ada tukang gorengan. Saat momen-momen tertentu masyarakat jadi makan gorengan.
Jadi, Salim, dan Eka Tjipta secara tidak langsung adalah sosok yang mengajari rakyat Indonesia membiasakan diri menikmati gorengan di tiap momen kehidupan.