Mengenal playing victim, mulai dari ciri hingga penyebabnya perlu kita ketahui. Playing victim merujuk pada keadaan di mana seseorang secara konsisten merasa menjadi korban dalam setiap situasi. Penyebab hal ini dapat oleh pola pikir tertentu atau mungkin ada pihak lain yang ingin menjadikan kambing hitam.
Istilah playing victim sering muncul ketika seseorang merasa tertekan oleh tekanan yang signifikan. Sebagai hasilnya, pola pikir ‘menjadi korban’ menjadi strategi untuk melindungi diri dari tanggung jawab atas kesalahan yang mungkin telah ia lakukan.
Mengenal Playing Victim, Mulai dari Ciri Hingga Penyebabnya
Playing victim ketika seseorang merasa menderita akan suatu hal, meskipun bukti menunjukkan sebaliknya. Mereka juga merasa tidak memiliki kendali atas apa yang terjadi pada dirinya. Playing victim adalah masalah kesehatan mental yang berdampak pada hubungan, pekerjaan, dan kesehatan. Pola pikirnya berkembang sebagai mekanisme penanganan pengalaman traumatis sebelumnya. Hal ini biasanya terjadi pada beberapa kondisi:
- Mengalami berbagai situasi di mana pengidap tidak memiliki kendali.
- Memiliki rasa sakit emosional berkelanjutan yang mengarah pada ketidakberdayaan diri.
- Mengalami pengkhianatan yang dilakukan oleh orang terdekat.
Playing victim atau ‘mentalitas sebagai korban’ biasanya muncul pada pengidap gangguan penggunaan alkohol atau narkoba. Di sini, pengidap merasa terjerumus karena orang lain atau lingkungannya.
Ciri-ciri Orang Playing Victim
Terdapat beberapa ciri-ciri orang yang memiliki karakteristik playing victim, antara lain:
1. Tanda-tanda perilaku
- Sering menyalahkan orang lain ketika terjadi kesalahan.
- Mengalami kesulitan mengambil tanggung jawab pribadi karena takut salah atau disalahkan.
- Terlalu kritis terhadap diri sendiri atau orang lain.
- Hanya bergaul dengan orang-orang sepemikiran.
2. Tanda-tanda mental dan kognitif
- Melihat dunia tidak adil atau tidak aman bagi dirinya.
- Distorsi kognitif, yaitu cara pikir yang cenderung tidak akurat atau merubah informasi sesuai dengan pemahaman subjektif.
- Pola pikir yang merugikan atau pesimisme.
- Merenungkan kesalahan dan rasa sakit dari masa lalu.
- Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
3. Tanda-tanda hubungan
- Kesulitan dengan keintiman dan kepercayaan.
- Memiliki empati yang terbatas terhadap orang lain.
- Kesulitan menerima kritik yang membangun.
4. Tanda-tanda emosional
- Kecemasan.
- Depresi.
- Merasa tidak mendapat perhatian.
- Rendah diri.
- Merasakan kebencian orang lain.
- Isolasi sosial.
5. Sabotase diri sendiri
Orang yang hidup dengan mentalitas playing victim mungkin akan melakukan sabotase diri dengan pemikiran:
- “Segala sesuatu yang buruk hanya terjadi padaku.”
- “Aku tidak bisa berbuat apapun, jadi, mengapa harus mencobanya?”
- “Aku pantas menerima segala hal buruk yang menimpaku.”
- “Tidak ada satupun orang yang peduli padaku.”
Penyebab yang Mendasari
Ada beberapa penyebab yang menjadi pemicu karakteristik playing victim, antara lain:
1. Trauma masa lalu
Mentalitas sebagai korban seringkali berkembang sebagai respons terhadap kondisi yang sebenarnya. Hal ini bisa saja muncul sebagai metode untuk mengatasi trauma yang pernah terjadi di masa lalu.
2. Pengkhianatan
Pengkhianatan terhadap kepercayaan, terutama pengkhianatan yang berulang-ulang, juga dapat membuat orang merasa menjadi korban dan sulit mempercayai siapa pun.
3. Kodependensi
Kodependensi adalah kondisi atau perilaku di mana seseorang sangat tergantung pada orang lain, pada tingkat yang tidak sehat. Pengidap cenderung fokus pada kebutuhan dan keinginan orang lain, serta mengabaikan diri sendiri dalam prosesnya.
4. Manipulasi
Beberapa orang berkarakteristik playing victim tampak senang menyalahkan orang lain atas masalah yang mereka timbulkan. Mereka juga akan menyerang dan membuat orang lain merasa bersalah, atau memanipulasi orang lain untuk mendapatkan simpati dan perhatian.