Penyebab anak materialistis ini penting untuk para orang tua mengetahuinya. Materialisme merupakan pandangan yang melibatkan keyakinan, sikap, atau nilai-nilai hidup yang menitikberatkan pada kepemilikan barang atau kekayaan material. Ketika bersifat materialistis pada anak, hal tersebut mencirikan kecenderungan fokus pada keinginan untuk memiliki dan memperoleh benda-benda materi, seperti mainan, pakaian bermerk, atau barang-barang lainnya.
Anak yang bersikap materialistis umumnya menilai nilai diri dan kebahagiaan mereka berdasarkan kepemilikan barang atau status sosial yang ia miliki. Perilaku ini dapat berpengaruh oleh lingkungan dan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Ingin mengetahui penyebab serta cara mencegah perilaku materialistis pada anak? Simak penjelasannya di ulasan berikut!
Penyebab Anak Materialistis
Materialistis pada anak bisa muncul karena pengaruh lingkungan, nilai-nilai keluarga, dan tekanan dari media serta teman sebayanya. Di bawah ini beberapa penyebab yang perlu ibu ketahui:
1. Keyakinan yang salah
Pertama, Studi berjudul Material parenting: how the use of goods in parenting fosters materialism in the next generation, yang terbit pada Journal of Consumer Research menemukan bahwa anak-anak yang materialistis memiliki dua keyakinan utama, yaitu:
- Definisi kesuksesan berasal dari barang-barang berkualitas tinggi dan sejumlah harta benda yang dimiliki.
- Memperoleh produk atau barang tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Kebanyakan orang tua tidak sengaja menanamkan keyakinan tersebut pada anak. Mereka mengembangkan keyakinan tersebut berdasarkan gaya pengasuhan dan praktik disiplin dari orang tua.
2. Pendapatan keluarga
Kedua, pendapatan keluarga juga bisa menjadi faktor penyebab materialisme pada anak. Anak-anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah jauh lebih materialistis, ketimbang anak-anak yang tumbuh di keluarga berpenghasilan tinggi.
3. Masalah keluarga
Ketiga, anak-anak yang tumbuh dengan orang tua tunggal memiliki tingkat materialistis yang lebih tinggi. Hal ini terjadi jika dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dalam rumah tangga dengan keluarga inti lengkap.
4. Pola komunikasi keluarga
Selanjutnya, pola komunikasi keluarga memainkan peran penting dalam membentuk sikap materialistis pada anak. Komunikasi yang mendukung dan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai yang lebih penting ketimbang kepemilikan materi, dapat membantu mengurangi materialisme.
Sebaliknya, jika keluarga selalu menekankan kesuksesan, status sosial, atau kepemilikan barang sebagai ukuran keberhasilan, anak cenderung menginternalisasi nilai-nilai tersebut.
5. Tipe sekolah
Terakhir, sekolah yang menekankan nilai-nilai materialistik, seperti status sosial atau prestise berdasarkan kepemilikan materi, dapat meningkatkan kecenderungan materialisme pada siswa. Sebaliknya, sekolah yang mendorong nilai-nilai seperti keberdayaan diri, kepedulian sosial, dan perkembangan pribadi, dapat membantu mengurangi fokus anak pada materi sebagai tolak ukur keberhasilan.
Cara Mencegah Munculnya Sifat Matrealistis
Ada beberapa langkah untuk mencegah munculnya sifat matrealistis pada anak, antara lain:
1. Pentingkan nilai-nilai non-material
Fokus pada hal-hal yang tidak bersifat materi, seperti hubungan sosial, pengembangan diri, dan kebahagiaan batin. Ketika anak diajak untuk memahami nilai-nilai tersebut, mereka dapat mengembangkan perspektif yang berbeda terhadap kebahagiaan dan keberhasilan.
2. Latihan rasa syukur
Berterima kasih untuk hal-hal kecil dalam hidup dapat membantu mencegah sifat materialistis. Kesadaran akan kebersamaan keluarga atau pengalaman positif dapat menjadi landasan membentuk nilai-nilai yang kuat terhadap godaan materialistis.
3. Buat prioritas yang tepat
Tentukan prioritas berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan pribadi, bukan sekadar aspek materi. Fokus pada pengembangan keterampilan, hubungan interpersonal, dan kontribusi positif kepada orang lain.
4. Praktikkan kepedulian sosial
Berbagi dengan orang lain dan terlibat dalam kegiatan sosial dapat membuka mata terhadap kebutuhan orang lain di sekitar. Cara ini membuat anak menjadi lebih bersyukur dan tidak melulu menuntut soal materi.
5. Edukasi yang tepat
Memberikan pemahaman terkait dampak negatif materialisme. Ibu bisa memakai contoh dari kebahagiaan yang bersumber dari hubungan dan pengalaman, bukan benda-benda materi.