4 cara menerapkan active listening parenting pada anak ini penting bagi orangtua mengetahuinya. Komunikasi memegang peranan penting dalam proses pengasuhan anak, Beauties. Namun, berkomunikasi dengan anak tidak hanya sebatas berbicara dengan baik, tetapi juga melibatkan keterampilan mendengarkan secara aktif.
Mendengarkan secara aktif, atau yang terkenal dengan istilah active listening. Merupakan cara bagi orangtua untuk menunjukkan ketertarikan, memberikan perhatian, dan memahami pemikiran serta perasaan anak. Praktik ini sebaiknya bermula sejak usia dini, sehingga anak akan merasa percaya dan nyaman untuk berbagi cerita, bahkan ketika mereka memasuki usia remaja.
Tentu saja, penting untuk mengetahui bagaimana orangtua dapat menerapkan active listening dalam interaksi dengan anak. Untuk informasi lebih lanjut, yuk simak beberapa cara menerapkan active listening yang telah terlansir dari Raising Children dan CDC!
4 Cara Menerapkan Active Listening Parenting pada Anak
Berikan Perhatian Penuh pada Anak

Ketika orangtua memberi perhatian penuh, anak akan merasa bahwa dirinya penting. Mereka juga merasa bahwa orangtua hadir dan tertarik terhadap apa yang mereka lakukan, pikirkan, dan rasakan. Memberi perhatian dapat melakukannya dengan gestur dan bahasa tubuh tertentu, seperti halnya kontak mata, menoleh pada anak, mendekati anak saat mereka berbicara, bahkan mensejajarkan tubuh jika anak masih kecil. Selain itu, kondusifkan lingkungan sekitar dengan menghentikan sejenak aktivitas yang dilakukan, mematikan televisi, dan tidak mendengarkan anak sambil bermain handphone.
Jangan Menginterupsi Perkataan Anak

Jangan terburu-buru memotong perkataan mereka dan dengarkan mereka terlebih dahulu, meski terkadang orangtua tidak tahan untuk segera memberi respon atau solusi. Dengan begitu, anak akan lebih jelas dalam mengungkapkan perasaannya.
Tunjukkan Ketertarikan Pada Cerita Anak

Anggukan kepala dan merespon anak dapat menunjukkan bahwa orang tua tertarik terhadap cerita mereka. Orangtua dapat merespon dengan:
“Ibu/Ayah mengerti…”,
“Kedengarannya menarik/menyedihkan…,”
Atau berikan respon tambahan saat anak terdiam seperti, “Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?”
Refleksikan Perkataan dan Perasaan Anak

Setelah anak selesai bercerita, orang tua dapat merespon dengan dua cara, yaitu:
Pertama, mengulangi perkataan mereka dengan bahasa yang lebih sederhana, seperti:
“Jadi, kamu merasa marah/sedih/malu karena….”
Kedua, hindari memberi respon yang menghakimi.
Memberi respon, “Kamu memang pemalas” adalah respon yang menghakimi. Cobalah untuk mengatakan:
“Kamu tidak ingin membantu Ayah/Ibu karena…”
Adapun contoh lain dari refleksi perkataan, yaitu pada anak yang masih kecil. Ketika anak belajar kata-kata, kita dapat mengoreksinya seperti,
Anak: “Aku tadi melihat ucing.”
Orangtua: “Tadi, kamu melihat kucing di jalan.”
Selain dari keempat cara di atas, terkadang dalam prosesnya orangtua tidak selalu harus setuju dengan perspektif anak. Namun, yang terpenting, jangan memaksakan anak untuk harus merasakan atau merespon dengan cara tertentu.
Ketika orangtua salah menerka perasaan anak, mereka pasti akan membenarkannya. Bahkan, ketika anak hanya ingin didengar, orangtua dapat menawarkan rasa aman dan kenyamanan dengan memeluk serta menghibur mereka.