Desa Baduy adalah salah satu destinasi wisata budaya yang terletak di Provinsi Banten, Indonesia. Desa ini terkenal karena kekayaan budaya dan tradisi yang masih dijaga dengan ketat oleh masyarakat Baduy. Artikel ini akan menjelaskan tentang lima hal yang perlu diketahui mengenai ‘saba budaya’ di Desa Baduy:
1. Rute

Desa adat Baduy berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Cara paling mudah mengunjunginya ialah dengan mengikuti open trip yang banyak ditawarkan di media sosial. Tapi di tengah pandemi virus corona sebaiknya cari agen perjalanan yang mematuhi protokol kesehatan yang ketat.
Transportasi yang bisa ditumpangi menuju Desa Baduy ialah KRL dari Stasiun Tanah Abang ke Rangkasbitung atau mobil pribadi. Jika pilihannya naik KRL, wisatawan yang telah sampai di stasiun tujuan bisa menyambung naik angkutan umum dengan rute Ciboleger.
Sesampainya di gerbang masuk, wisatawan harus melanjutkan perjalanan ke pemukiman dengan trekking sekitar 3-4 jam, baik melalui jalur Ciboleger atau Cijahe. Sepanjang perjalanan wisatawan bakal disuguhi pemandangan desa dan pinggir Taman Nasional Ujung Kulon yang teduh dan indah.
2. Baduy Luar dan Baduy Dalam

Suku Baduy sendiri terdiri atas dua bagian, yaitu Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar. Mengutip tulisan dari situs resmi Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Suku Baduy Dalam merupakan suku yang masih sangat primordial dan menghindari penetrasi dengan kebudayaan modern.
Baduy Dalam terbagi dalam tiga desa, Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik. Tak ada benda elektronik di sini, warganya juga memilih tak menggunakan alas kaki. Penduduknya berpakaian tradisional serba putih, yang pria mengenakan ikat kepala berwarna senada.
Sementara itu, masyarakat Suku Baduy Luar sudah mengenal kehidupan modern. Ada sekitar 22 desa di kawasan ini. Wisatawan biasanya berkegiatan ‘saba budaya’ dan bermalam di rumah warga di Baduy Luar. Pakaiannya jenis tradisional berwarna hitam – meski ada juga yang berpakaian umum – dengan ikat kepala berwarna biru.
3. Cinta lingkungan
Selain tradisi, masyarakat Baduy juga sangat cinta lingkungan. Sehari-hari mereka berkebun dan beternak dengan teknik yang tradisional. Jika datang saat musim panen buah, kemungkin wisatawan bisa menikmati durian Baduy. Banyak yang berkata bahwa keindahan pemandangan alam di Baduy Dalam lebih beragam ketimbang Baduy Luar.
Tapi baik ke Baduy Dalam atau ke Baduy Luar, wisatawan wajib hukumnya menjaga sopan santun dan menghormati tradisi warganya. Sebelum asyik mengarahkan kamera untuk foto atau video di Desa Baduy, wisatawan bisa meminta izin terlebih dahulu kepada warga.
Begitu juga dengan sampah. Kalau ingin membawa camilan dari luar, sampahnya jangan dibuang sembarangan. Kalau bisa dikemas sendiri untuk dibuang ke tempat yang lebih layak.
4. Buah tangan
Ada beberapa buah tangan yang bisa dibeli dari masyarakat Baduy, mulai dari buah-buahan, sayur mayur, golok, batik, pernak-pernik rumah, kain tenun sampai madu hutan.
Kain tenun Baduy sarat makna. Mengutip tulisan di Indonesia Travel, bagi masyarakat Baduy kegiatan menenun mengajarkan kedisiplinan dan menjunjung tradisi. Kaum wanita Baduy sejak kecil sudah diajarkan menenun secara dengan mesin tradisional bambu yang disebut gedogan atau raraga.
Kain tenun Baduy berbahan agak kasar dan berwarna cerah. Motifnya geometris. Bintik-bintik kapas dari proses pemintalan tradisional menghasilkan tekstur khas. Proses pengerjaannya bisa sampai berbulan-bulan.
5. Nol kasus virus Corona
Hingga saat ini, Desa Baduy masih nol kasus virus Corona. Tradisi tak bepergian ke luar desa – yang telah dilakukan bahkan sebelum pandemi berlangsung – membantu masyarakat di sini tetap sehat walafiat. Ditambah lagi dengan alam yang asri untuk kesehatan.
Desa Baduy juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat bagi wisatawan yang hendak berkunjung.
Jika hendak ‘saba budaya’ di Desa Baduy usai pandemi berlalu, jangan lupa menaati aturan ini di sana.