Senin, 10 Februari 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Menikmati Wisata Budaya di Kampung Tradisional Bena Ngada

Jauh sebelum destinasi wisata lain muncul di Kabupaten Ngada, Kampung Tradisional Bena—terkenal sebagai kampung megalitikum di Flores—telah menjadi ikon wisata Ngada yang mendunia.

Bena terletak di Desa Tiworiwu di Kecamatan Jerebu’u, di sebelah timur kaki Gunung Inerie. Kampung tradisional ini berjarak sekitar 15,6 km melalui Watujaji ke arah selatan Kota Bajawa. Kampung Bena memanjang dari depan ke belakang dari utara ke selatan. Kompleks rumah adat ini memiliki hanya dua jalan untuk masuk dan keluar.

Sebanyak 45 rumah tradisional berderet dari timur ke barat. Ketika kaki melangkah masuk ke dalam kawasan rumah adat, ada nuansa budaya yang sangat kental. Pengunjung yang ingin melakukan perjalanan budaya harus membayar Rp 20 ribu untuk karcis masuk. Peraturan Desa Tiworiwu Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pungutan Desa Karcis Tanda Masuk Kampung Tradisional Bena mengatur penerapan tiket masuk ini.

Setelah pengunjung membayar karcis, wanita penjaga loket memakaikan selendang untuk menandai mereka. Emiliana Kopa, 53 tahun, adalah pemandu wisata lokal yang dapat menemani turis domestik dan asing. Para pengunjung dapat melihat berbagai jenis sarung tenun, selendang, dan gelang yang dibuat oleh perempuan Bena yang disusun rapi di setiap rumah.

Menurut Pusat Informasi Pariwisata Kampung Adat Bena, motif tenun ikat yang digunakan untuk sarung dan selendang di Bena tidak berbeda dari motif yang digunakan di kampung lain. Bergambar jara (kuda), wa’i manu (cakar ayam), ghi’u (garis dinamis), ube, ngadhu, dan bhaga adalah motif yang sering digunakan. Namun, meskipun warna dasar sarung sama, hitam, ada perbedaan di tepi bawah, yaitu garis merah dan kuning.

Emiliana mengatakan bahwa ada perbedaan yang mencolok dalam minat wisatawan terhadap kampung. Wisatawan domestik biasanya tidak melihat sisi lain kampung adat kecuali peneliti atau kementerian. Mereka menghabiskan waktu untuk mengambil foto, menikmati pemandangan pedesaan, dan membeli barang-barang lokal.

Namun, wisatawan asing sangat tertarik dengan nilai-nilai budaya yang ada di kampung adat Bena. Mereka juga membutuhkan cerita yang kuat tentang asal usul kampung, aturan perkawinan, kisah di balik setiap sarung tenun ikat, arti rumah, dan tradisi lokal.

Dampak Ekonomi

Setelah pandemi COVID-19, kunjungan wisatawan ke Kampung Tradisional Bena mulai meningkat perlahan-lahan. Dari Januari hingga Juni 2023, jumlah kunjungan mencapai 33.428 orang, meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

Emanuel Sebo, Ketua Pengelola Pariwisata Kampung Adat Bena, menyatakan bahwa kunjungan tersebut berdampak positif pada pendapatan masyarakat. Setiap rumah pasti menjual kain ikatnya, yang rata-rata seharga Rp 300 ribu per minggu. Dalam sebulan, satu rumah penenun dapat menghasilkan Rp 1,2 juta dari kain tenunnya. Nilai ini adalah nilai minimal dalam kondisi normal.

Para penenun bisa mendapatkan lebih dari Rp 300 ribu per hari untuk satu jenis kain tenun yang mereka jual dalam waktu ramai seperti libur panjang. Pendapatan ini baru diperoleh dari penjualan sarung atau selendang tenun mereka. Berbagai bisnis desa menawarkan produk lokal lainnya.

Sebagai contoh, pengunjung dapat menyewa tarian ja’i dengan harga Rp 2,5 juta per paket, sewa penginapan dengan harga 200 ribu per malam, sewa suling dengan harga 1,5 juta per paket, sewa musik rakyat dengan harga 1,5 juta per paket, sewa permainan tradisional atau sago alu dengan harga 1 juta per paket, dan sewa Soka dan Teke dengan harga 2 juta per paket. Uang yang dihasilkan dari penjualan paket wisata itu dimasukkan ke kas lembaga tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles