Tempe adalah salah satu sumber protein nabati yang sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain tahu. Keberadaan tempe sangat erat dengan kuliner Indonesia yang menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Tempe sering diolah menjadi berbagai hidangan tradisional yang khas, mulai dari versi yang digoreng hingga setengah matang seperti mendoan yang enak disantap bersama sambal, hingga menjadi bahan dalam hidangan seperti orek tempe, oseng tempe, serta berperan dalam tumisan, opor, semur, hingga sayur lodeh.
Tempe telah menjadi bagian dari pola makan sejak masa anak-anak hingga dewasa, dari berbagai lapisan masyarakat, dari yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Tidak banyak yang tahu bahwa tempe, sebagai panganan khas Indonesia, telah hadir sejak kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Menurut wikipedia, asal usul tempe ini memang sudah ada sejak berabad-abad yang silam dalam tatanan budaya makan masyarakat Suku Jawa, terutama di daerah Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya manuskrip Serat Centhini yang mengisahkan budaya Jawa pada abad ke-16. Pada manuskrip ini ditemukan penyebutan hidangan yang dinamai “santen tempe” atau sejenis masakan tempe yang dipadu dengan santan dan kadhele “tempe srundengan” atau yang merupakan jenis masakan tempe yang dibumbui dengan bumbu serundeng. Dari sinilah dipercaya kalau tempe sebenarnya telah ada di daerah Mataram dan berkembang sebelum abad ke-16. Kata “tempe” sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno, terdapat sebuah makanan yang bernama tumpi. Tumpi ini dibuat dari bahan utama tepung sagu dan warnanya keputihan. Tempe memiliki warna luar yang keputihan ketika masih mentah sehingga seringkali disamakan dengan makanan yang bernama tumpi. Agar tidak salah sebut, maka makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan tersebut diberi nama tempe.
Tempe awalnya memang tidak terlalu populer karena tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan makanan fermentasi ini. Barulah pada zaman penjajahan Jepang, masyarakat Indonesia makan dari hasil bercocok tanam mereka berhubung pada masa itu golongan menengah ke bawah sangat banyak. Hasil bercocok tanamnya tak lain adalah singkong, ubi, dan kedelai. Agar tidak bosan menyantap yang itu-itu saja, maka ketiga bahan makanan tersebut diolah menjadi beragam makanan. Misalkan saja singkong dan ubi yang diparut dan dikukus atau dikeringkan. Lalu kedelai yang difermentasikan dengan menggunakan kapang aspergillus dan dibungkus dengan daun pisang sehingga menghasilkan tempe. Tempe juga menjadi terkenal karena tawanan perang pada masa tersebut diberi makan tempe agar terhindar dari disentri dan busung lapar.
Pada tahun 1960-an sampai 1970-an, plastik mulai menggantikan daun pisang untuk membungkus tempe. Ragi yang berbasis tepung pun mulai diproduksi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Saat ini keberadaan tempe tentu saja masih tetap populer. Tempe menjadi salah satu panganan sehat yang banyak dikonsumsi sebagai menu vegetarian. Inilah yang menjadikannya cepat terkenal di luar negeri. Nilai gizinya yang tinggi, teksturnya yang unik, serta rasanya yang enak mampu memikat orang luar negeri untuk menyantapnya. Beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan Jepang pun sudah mulai memproduksi tempe buatan mereka sendiri, meski tentu saja hasilnya tak akan seenak buatan Indonesia.