Pernahkah Anda melihat seseorang yang tampak enggan untuk bersosialisasi dengan orang lain? Orang-orang dengan karakteristik seperti ini seringkali disebut sebagai “ansos” atau antisosial. Namun, sayangnya, istilah “ansos” dalam masyarakat seringkali memiliki makna yang berubah-ubah. Dalam banyak konteks, istilah “ansos” yang sering kita dengar tidak selalu merujuk pada gangguan perilaku antisosial.
Saat ini, istilah “ansos” sering digunakan untuk menggambarkan individu yang lebih suka menjalani kehidupan yang lebih soliter, memiliki sedikit teman, atau mungkin kurang aktif dalam pergaulan sosial. Penting untuk diingat bahwa gangguan perilaku antisosial jauh lebih kompleks daripada sekadar kurang bersosialisasi.
Lalu, bagaimana gejala sebenarnya dari gangguan perilaku antisosial? Apakah ketidakpedulian terhadap perasaan orang lain bisa menjadi tanda-tanda gangguan ini?
Begitu Kompleks, Buka Cuma Enggan Bergaul
Antisosial merupakan gangguan kepribadian ketika terjadinya penyimpangan perilaku dari norma-norma. Kondisi ini terus dilakukan pengidapnya dari waktu ke waktu dan mengarah pada perbuatan yang berpotensi membahayakan dirinya ataupun orang lain.
Pengidap gangguan kepribadian tak peduli akan perasaan orang lain, dan mengacuhkan perilaku yang benar dan tidak benar. Tak cuma itu saja, mereka yang mengalami gangguan ini umumnya tak memiliki rasa empati dan cenderung memanipulasi orang-orang di sekitarnya. Itulah sebabnya gangguan kepribadian antisosial sering kali dikaitkan dengan psikopat atau sosiopat.
Nah, berikut beberapa gejala gangguan kepribadian antisosial yang bisa muncul pada pengidapnya.
- Mengeksploitasi, memanipulasi, atau melanggar hak orang lain.
- Kurang perhatian atau penyesalan tentang kesusahan orang lain
- Berperilaku tidak bertanggung jawab dan menunjukkan pengabaian terhadap perilaku sosial yang normal.
- Mengalami kesulitan mempertahankan hubungan jangka panjang
- Tidak bisa mengendalikan amarah mereka
- Sulit menerima perasaan bersalah atau tidak belajar dari kesalahan mereka.
- Menyalahkan orang lain atas masalah dalam hidup mereka
- Berulang kali melanggar hukum.
- Menunjukkan perilaku mengganggu atau agresif.
- Tidak mawas diri.
- Merasa hebat dari orang lain.
Nah, tak sesederhana “ansos” yang sering kali kita dengar, bukan? Singkat kata, gangguan kepribadian antisosial begitu kompleks, bukan cuma menyoal enggan bergaul atau suka menyendiri saja. Boleh dibilang “ansos” yang sering kita dengar lebih berkaitan dengan kepribadian “introvert”.
Introvert lebih mengenai cara seseorang merespon stimulasi, termasuk stimulasi sosial. Bila ekstrovert benar-benar mengharapkan banyak sekali stimulasi, sedangkan introvert justru sebaliknya. Mereka merasa paling nyaman, hidup, dan bersemangat, ketika berada di lingkungan yang sepi dan tenang. Memang tidak setiap saat dan tidak mutlak, tetapi kebanyakan orang introvert sering menginginkan kondisi tersebut.
Dari Genetik sampai Lingkungan
Faktanya, tak mudah untuk menentukan seseorang mengalami gangguan ini atau tidak. Butuh berbagai pemeriksaan dan serangkaian tes untuk mendiagnosis gangguan kepribadian antisosial. Lantas, apa sih hal yang bisa memicu kondisi ini?
Menurut para pakar, ada beragam faktor yang bisa memicu terjadinya gangguan kepribadian antisosial. Contohnya, pola asuh yang keliru, faktor genetik, hingga interaksi dalam lingkungan. Selain itu, adanya kelainan pada fungsi otak di bagian tertentu juga diduga dapat memicu gangguan ini.
Selain hal-hal di atas, ada pula beberapa faktor lainnya yang berperan dalam pembentukan kepribadian antisosial.
- Pernah mengalami korban tindakan kekerasan.
- Berada di lingkungan keluarga yang tidak harmonis.
- Ditelantarkan atau dieksploitasi saat masa kanak-kanak.
- Memiliki riwayat gangguan perilaku di masa kecilnya.